Skip to main content

Perdebatan-Perdebatan Kecil

Saya dan Mr Defender sangat menyukai percakapan mendalam tentang hal-hal sepele dan kejadian sehari-hari. Hal yang remeh untuk dilakukan, namun menurut kami itu membuat kami lebih kokoh sebagai pasangan dan selalu menemukan hal-hal baru tentang satu sama lain. Silly little things that we are :D

Nah, ini rangkuman hal-hal yang kami perdebatkan minggu ini (seperti yang saya bilang, kami punya sudut pandang yang berbeda dalam banyak hal). Beberapa serius, namun lebih banyak remeh. Come, laugh with us (or laugh at us!):


  1. Dimulai dari hal yang sepele namun sangat prinsipil (loh?). Kami berdua menyukai Silampukau. Menurut Mr Defender mereka adalah the millenial Iwan Fals (sebelumnya Mr Defender selalu ngomel kenapa lagu Iwan Fals akhir-akhir ini nggak setajam dulu). Saya? Duh ngefans banget sampai pengen ngasih nama Kharisma untuk anak ketiga kami, hahahaha.... Setelah Yngwie, Satriani, Balawan, dan nama-nama gitaris lain yang terlalu aneh atau malah yang terlalu biasa seperti John (Mayer), Dewa (Budjana) atau Dylan, akhirnya... eureka! There comes Kharis Junandaru. Sayangnya... Mr Defender dengan santainya bilang, "Kenapa sih vokalisnya Silampukau ini cara nyanyinya dibuat-buat kayak Iwan Fals banget, jadi aneh tau. Padahal kalau Iwan Fals yang nyanyiin lagunya pasti keren." Gubrak! But I didn't take it personally. It's not about Kharis anyway. My husband just happened to love Iwan Fals too much he couldn't move on nor let him go. Hahahahaha....
  2. Yang agak serius, kami berdebat tentang kasus guru SMA yang dilaporkan ke polisi oleh wali murid gara-gara mencubit anaknya sampai biru (yang ternyata kemudian anaknya ternyata berandal atau semacamnya). Kami sama-sama setuju reaksi si wali murid agak berlebihan, namun... Mr Defender berpikir bahwa dicubit/dipukul dengan penggaris/dijewer oleh guru adalah hal biasa dan seharusnya ditolerir sebagai bagian dari proses mendidik. Saya nggak setuju banget. Begini, saya nggak akan merasa nggak terima misalkan anak saya berantem sama teman sekolahnya lalu pulang babak belur, sebab dia terluka dalam pertarungan yang adil. Sementara saat dipukul guru, misalnya, apa pilihan yang dimiliki anak saya selain diam dan pulang mengadu pada orang tuanya (dan lalu orang tuanya lapor polisi, hahaha)? Balas memukul? Mungkin dia dikeluarkan dari sekolah (terus si guru juga lapor polisi hehehehe). Saya lebih suka anak saya dihukum jogging sampai gempor atau bersihin WC sekolah yang pasti lebih bikin kapok daripada dicubit sampai biru. Jangan salah, saya terbiasa digampar, diinjak dan ditendang sewaktu ikut diklat mapala. Tapi kan saya sendiri yang daftar mapala dan kalaupun saya nggak terima lalu ngajak senior berantem, paling resikonya saya nggak lulus diklat dan nggak masuk mapala. Tapi nggak masuk mapala tentu beda banget dengan dikeluarkan dari sekolah, See what I mean?
  3. Yang lebih serius lagi, kami berdebat soal Ahmadiyah. Kenapa sih umat muslim nggak bisa santai, kalau mereka yakin Ahmadiyah masuk neraka, ya udah sih, biarin aja, nanti juga mereka masuk neraka. Nggak perlu lah dibantai. Memangnya dulu Nabi langsung membantai semua umat kafir yang ditemui? Sampai di poin ini kami sepakat. Tapi kata Mr Defender, "Kayaknya sebenarnya umat Islam emosi jiwa karena Ahmadiyah ngaku-ngaku Islam deh,.. makanya dibilang menistakan agama. Mungkin kalau Ahmadiyah nggak bawa-bawa nama Islam, orang-orang laskar jihad itu lebih santai." Saya bilang, "Yakin begitu? Lia Eden juga nggak bawa-bawa nama Islam tetap dibilang kafir tuh." Ah, tapi bukankah sudah biasa ya, yang seagama saling menerakakan? 
  4. Mana yang lebih enak, gulai atau tongseng. Cuma kami yang bisa membahas hal sepele macam ini berjam-jam lamanya.
Jadi, kamu dan pasanganmu biasanya berdebat tentang apa?


Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku