Skip to main content

Karma is A Bitch

Baiklah. Setelah tahap menangis usai, setelah dihibur abis-abisan oleh Mr Ngocol dengan road trip keliling Kalimantan dan dimarahi setengah digampar oleh Mr Cajoon (tamparan sakit yang perlu agar aku tetap waras), akhirnya bisa bernafas lega juga. Jujur saja sebulan ke belakang tidur pun isinya mimpi buruk. Sakit, W, did you know that Mr Ladykiller??? And I hate to see that you're fine.
But of course you'll be fine. I meant nothing to you.
Oh how I hate you.
But now I'm fine. I'm glad I didn't do something stupid. Well maybe I did but I'm now fine. I got it. You don't love me. You never did.
Dan setelah semua tahap itu selesai, aku sadar kenapa semua ini harus terjadi. Semua ini karma belaka. Semua ini karena aku memang perlu menangis sedalam-dalamnya setelah perpisahan dengan Mr Backpack. Semua ini terjadi karena tidak seharusnya aku berduka atas perpisahan kami dengan langsung menemukan orang lain. I should give myself time. And space. To be alone. To be sad. To feel brokenhearted.
Dan karena aku jumawa menganggap diri baik-baik saja, maka segalanya terjadi dengan cara ini dan kesedihanku menjadi berlipat ganda karena sebenarnya yang aku tangisi bukan hanya kebersamaan singkat yang berakhir dengan Mr Ladykiller, tetapi juga kebersamaan panjang dengan mimpi masa depan yang kandas dengan Mr Backpack. Karena itulah aku sangat terpuruk. Karena itulah aku menghabiskan dua malam menangis sampai ketiduran. Lalu bangun dan menangis lagi.
But now I'm ready to feel properly sad. To let go. And stand tall again. Amen.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku