Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2011

Julie, Julia

Salah satu hal yang dulu di Jakarta selalu saya lakukan tetapi sekarang tidak lagi, adalah memborong dvd (bajakan) di Mangga Dua atau Ambassador. Sekarang saya tidak lagi melakukannya, bukan hanya karena di Samarinda harga satuan dvd bajakan mahal, tapi juga karena saya sibuk menonton film-film di HBO (yang juga dari tv kabel bajakan). Saya suka karena HBO memutar film yang sama beberapa kali dalam seminggu pada jam yang berbeda-beda, jadi jika saya tidak sempat menonton di hari Selasa, saya bisa menontonnya di hari Rabu, dan jika saya belum puas, bisa menontonnya kembali di hari Sabtu. Film yang terakhir saya suka, adalah Julie and Julia. Film tentang seorang PNS bernama Julie Powell yang merasa kehidupannya datar dan begitu-begitu saja, lalu menemukan kesenangan baru dengan sebuah proyek: mencoba semua resep dalam buku Julia Child (mungkin obsesifnya dia terhadap Julia adalah satu-satunya passion dalam hidupnya), seorang juru masak terkenal berumur 90 tahun yang dikagumi Jul

B.A.H.A.G.I.A.

gambar dari sini Tentang Hal-Hal Kecil Ternyata, memang hal-hal kecil yang paling bisa membuat hari menjadi indah. Minum susu cokelat yang enak sampai tetes terakhir, mencicipi kue lapis Surabaya yang enak (kok makanan semua ya?), mandi air hangat dari shower (alhamdulillah, ada enaknya juga tidur di hotel), merasa cantik ketika bercermin, menatap jalanan yang sepi di pagi hari dari jendela mobil sambil berkendara setengah jam, lalu menemukan hal-hal kecil yang menarik perhatian. Anak kecil berseragam batik Kaltim dengan tas Cars yang terlalu besar, penjual bakpau hangat di emper toko, tukang sapu yang membersihkan taman kota. Entah bagaimana, semuanya menimbulkan rasa hangat di hati. Lalu sesampainya di kantor, tersambung dengan internet, melihat foto-foto langit rasa vanilla di flickr, mendapat sms-sms manis dari teman-teman. Menyenangkan. Aku senaaaang :) Tentang Rasa Perasaan itu, ternyata bisa ditipu. Saat merasa sedih, saat merasa sendiri, saat merasa semua seperti

Keseimbangan

Ternyata ya, saya nggak bakat jadi wanita karir, apalagi yang workaholic. Sama sekali. Ternyata ya, saya nggak cocok jadi auditor. Nggak sedikit pun. Duh, pengen nangis bombay rasanya. Pengen jadi ibu rumah tangga aja, tapi bagaimana mungkin, berumah tangga saja aku sulit. Lagipula tugas ibu rumah tangga kan juga berat, belum tentu nanti rasanya lebih menyenangkan dibandingkan jadi wanita bekerja. Padahal ya, rasanya, menjadi wanita bekerja itu impian saya sejak masih kanak-kanak. Dan menjadi auditor itu cita-cita saya sejak kuliah semester pertama. Sekarang, saya rasa saya mulai membenci pekerjaan saya. Benci tidur sebulan penuh di hotel, kerja pagi pulang malam, berinteraksi hanya dengan teman satu tim, tanpa kesempatan ngopi-ngopi cantik atau ngerumpi dengan teman-teman dekat walau di hari Sabtu Minggu. Apalagi kalau kota tempat penugasannya terpencil, lengkap sudah penderitaan. Seminggu pertama masih berasa piknik, minggu kedua mulai bosan dan minggu keempat sud

Aku Mencintaimu, Sampai Perih Hatiku

gambar kami berdua, oleh Mr Defender, liburan yang lalu di pulau parai kumala Cinta itu membuat hati jadi lembut, seperti es krim yang memakai susu skim. Di saat yang sama cinta juga menguatkan, membuat setiap mereka yang jatuh cinta rela menerjang kebakaran di depan mata, demi orang(orang) tersayang. Cinta itu menyejukkan, membuat hati menjadi tenang, tidak peduli masalah seperti apa yang kita hadapi dalam pekerjaan, keluarga, dan orang-orang sekitar yang tak selamanya menyenangkan. Cinta menjadikan kita berani mengambil resiko, keluar dari zona nyaman dan bernegosiasi dengan penghalang-penghalang yang ada. Harga cinta, untuk masing-masing orang tak pernah sama. Ada yang harus memperjuangkannya melalui perdebatan panjang sampai mulut berbusa dengan sahabat-sahabatnya ada yang harus menukar keyakinannya, ada yang harus melintasi setengah bola dunia, ada yang harus terbuang dan tak lagi tercatat di daftar nama keluarga. Tapi, tak ada cinta yang lebih berharga atau kurang berh

Hatiku Membiru

gambar dari sini Tadi, saya membaca sebuah notes permintaan maaf yang saya temukan ketika membuka kembali facebook saya setelah sekian lama. Saat membaca ini, ada sesuatu yang menyentuh perasaan saya. Sesuatu yang kurang lebih sama persis dengan yang saya rasakan ketika saya menulis notes itu. Perasaan yang kurang lebih sama dengan yang saya rasakan sekarang, rasa bersalah dan sesal kepada teman-teman, pekerjaan, rekan kerja, keluarga, pasangan, dan bahkan, kadang, pada diri sendiri. Saat ini, saya merasa tertinggal dalam banyak hal, dan seperti dulu saat saya menulis notes ini, rasanya sulit mengembalikan spedometer semangat saya ke puncak, seperti yang saya alami saat pertama kali saya terbang ke Samarinda. Saat itu, perasaan semangat untuk tinggal sekota dengan pasangan, mulai bekerja setelah lulus kuliah, bertemu dengan salah satu sahabat yang tinggal di kota tetangga, kota baru, menemukan teman-teman dan petualangan baru sangat menguasai saya. Saya ingin melakukan