Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2012

someone out there loves you

Setiap kali engkau merasa sedih, sepi, sendirian, ingatlah, ada seseorang di luar sana yang mencintaimu. Jika pun engkau merasa tidak ada, engkau hanya belum tahu, atau belum bertemu orang itu.

dewasa

Bagi saya, kata "dewasa" bisa diasosiasikan dengan dua hal: Menjadi orang yang bisa menempatkan diri di posisi orang lain, melihat segala sesuatu dengan sudut pandang orang lain, berpikir dengan logika orang lain. Menjadi orang yang berorientasi pada saldo tabungan dan portofolio investasi, sibuk mengejar karir, membeli apa saja yang orang lain beli demi tidak kalah saing (dan merasa gaji setiap bulan selalu kurang), dan selalu mengeluh tentang segala sesuatu: bos, teman kerja, pacar, mertua, teman, kemacetan lalu lintas, politik, perdamaian dunia. Saya, sangat takut akan menjadi versi dewasa yang kedua. Saya ingin menjadi orang dewasa seperti Katie Sokoler  yang tidak membunuh anak kecil di dalam dirinya. Anak kecil yang ceria, bersemangat melihat seluruh dunia ini dan tidak berprasangka terhadap segala sesuatu. Semoga saya tumbuh menjadi seperti itu. 

It's Kind of A Funny Story

Saya suka film ini. Haha. Pasti pada tau semua deh kalau saya memang suka sama film-film tentang penyakit jiwa (bukan film tentang pembunuh psikopat atau thriller yang ujungnya orang yang bi-personality lho tapinya). Bukan, bukan karena saya sedang merawat calon mertua yang bipolar sehingga saya butuh tambahan ilmu, tapi karena entah bagaimana caranya, film-film seperti itu bisa memencet tombol pause dalam hidup saya, bikin tiba-tiba jleg!! semua berhenti dan saya jadi sadar sesuatu, lalu nangis sampai tersedak, atau ketawa guling-guling, atau cuma bengong galau seharian. Dan ada sesuatu yang tersentuh di dalam sana, sesuatu yang berubah tanpa saya sadari, jauh di dalam diri saya. Kalau film yang ini... hm, pada dasarnya saya suka sih semua film tentang usaha mencari jati diri, menemukan passion, menemukan arah hidup yang dimau, persis yang dilakukan Craig di film ini. Dan setelah melihat film ini saya jadi makin takut punya anak, sebab saya nggak benar-benar tahu gimana membe

life in slow motion

Akhir-akhir ini beberapa orang di sekitar saya bilang bahwa saya kelihatan berbeda. Kind of sparkling . Dan mereka bertanya apa yang telah saya lakukan, dengan 'tuduhan' bermacam-macam: memakai produk kulit baru, demabrasi di salon, suntik vitamin C, atau sesimpel bahagia karena akan menikah. Haha. Sebenarnya, saya juga nggak tahu kenapa aura wajah saya berubah. Saya nggak ke salon dalam tiga bulan terakhir  (bagooossss, calon pengantin macam apa ini, hahaha) jadi raut segar saya (halah) mungkin berasal dari olahraga dan meditasi. Hell yeah I meditate! Awalnya saya tertarik meditasi karena iseng. Di kosan ada seorang teman beragama Hindu yang rajin yoga, dan dia memperkenalkan saya kepada temannya yang lain, yang beragama Budha, yang mengikuti meditasi di klenteng. Si teman ini, wih, wajahnya berseri tapi lembut, seperti Dewi Kwan Im, haha. Katanya dia begitu karena rajin meditasi. Dan katanya meditasi di klenteng itu terbuka untuk semua agama dan kalangan. Cuma, k

Buku Harian

Baru-baru ini, saya menyadari bahwa banyak aktivitas yang dulu saya sukai dan tidak bisa tidak saya lakukan, sekarang ini, sudah lamaaaaa sekali tidak saya sentuh. Misalnya, membuat satu folder khusus berisi lagu-lagu yang sesuai dengan mood saya hari itu (dulu saya mengerjakannya setiap malam sebelum tidur), menyimpannya di mp3 player dan mendengarkannya esok harinya, sambil beraktivitas (sekarang, rasanya lagu di ipod saya itu-itu saja selama berbulan-bulan karena tidak sempat menggantinya). Atau, mencoba resep baru, mengganti beberapa bahannya dengan bahan apa saja yang saya mau (eksperimen ceritanya), dan menulis ulang si resep. Banyak deh aktivitas saya yang hilang, entah karena pertambahan usia (jiah!), kesibukan (ketahuan deh dulu pas kuliah banyakan nganggurnya) atau karena yah memang udah nggak pengen lagi. Menulis buku harian adalah salah satunya. Saya ingat banget kalau sejak SD sudah menulis buku harian. Semua-muanya saya curhatin di buku itu, mulai dari diomelin guru

Cintamu, Tuhan

gambar dari sini Di masjid, pada penjaga tua yang menjaga sendal-sendal dalam loker, yang mengucapkan terima kasih sekali pun engkau tak memberinya sekedar ongkos parkir. Di sebuah kantor, pada seorang pegawai baru yang tak lupa tersenyum pada cleaning service yang mencucikan gelasnya setiap hari, atau rekan kerja yang menggantikan tugas seorang teman yang cuti melahirkan, dengan riang tanpa gerutu. Di warung pojok, di mana si ibu pemilik memberi bonus sepotong gorengan pada seorang langganan di penghujung bulan, dan pada si pelanggan yang mengucap syukur-sudah tiga hari ia makan nasi sayur tanpa lauk demi mengirim biaya kuliah untuk adiknya di kota lain. Pada doa seorang ibu setiap pagi, semoga anakku selamat sampai di sekolah. Ada cintamu di mana-mana.

selingkuh?

Semalam, saya dan Mr Defender membahas sebuah topik yang seru: perselingkuhan. Hahaha. Lucu nggak sih, sepasang anak manusia yang mau menikah, yang seharusnya bertukar rayuan malah begadang mendiskusikan perselingkuhan? Hehe. Tadi malam awalnya saya sedang galau. Mr Defender juga sedang galau. Mungkin semacam rasa takut menjelang pernikahan kali ya. Takut, tapi mau dan nggak sabar nunggu. Semacam perasaan ketika mengantri Tornado untuk pertama kalinya deh. Dan karena kami pasangan yang 100% terbuka sampai ke aib yang sekeci-kecilnya, maka semuanya diomongin. Dan beginilah hasilnya: Pertanyaan pembuka dari saya: kamu takut nggak sih dengan pernikahan ini? semacam takut ada hal yang tadinya kamu bisa lakukan sekarang, tapi nanti setelah nikah jadi gak bisa? Mr Defender: kenapa kok nanya gitu? hmm... jangan-jangan kamu yang takut ya? Saya: hmm, iya sih, apalagi dengan special case kita ini, aku jadi lebih banyak takut dibanding kalau nikah sama yang lain, misalnya, hahahahah

semoga bahagia

 Minggu lalu, saya dan Mr Defender makan sekotak nasi hantaran dari keluarga tetangga yang baru saja  meng-aqiqah-kan anaknya. Nasi hangat dengan dua tusuk sate kambing, tongseng dan acar yang nikmat, dengan sehelai kertas yang memajang foto si bayi dan nama dan tanggal lahirnya, lengkap dengan sebaris doa "Semoga menjadi anak yang soleh, berguna bagi orang tua, bangsa, dan agama". Lalu saya dan Mr Defender terlibat percakapan panjang, gara-gara tulisan di selembar kertas itu. Bukan, bukan percakapan tentang nama yang akan kami berikan kepada anak kami nanti atau berapa anak yang ingin kami besarkan, tapi tentang sebaris kalimat itu. Semoga menjadi anak yang soleh, berguna bagi orang tua, bangsa, dan agama. Bahkan sejak baru lahir ke dunia, seorang anak sudah dibebani harapan setinggi itu. Soleh, berguna bagi orang tua, berguna untuk bangsa, berguna bagi agama. Bayangkan betapa beratnya! Tengoklah kita sendiri, berapa umur kita? Adakah harapan tersebut terpenuhi di u

hujan edelweiss

Beberapa tahun lalu, ketika kami menghabiskan malam di sebuah lembah kaki gunung, saya pernah berbicara begitu banyak tentang Mr Defender kepada salah satu teman terbaik saya Mr Cajoon. Salah satu perkataan saya yang masih saya ingat sampai hari ini, adalah seperti ini: terlepas dari aku suka sama dia, dia itu salah satu orang paling baik, paling kuat, paling bermoral yang aku tau, dan dengan siapa pun aku berjodoh nantinya, aku nggak akan menyesal pernah ngomong kayak gini tentang dia Di masa-masa itu, alangkah sering saya mengucapkan 'entah kami berjodoh atau tidak...', 'entah siapa pun jodohku nanti...' atau 'entah apakah hubungan ini berjalan berapa lama...' setiap kali saya membicarakan Mr Defender dengan teman-teman saya. Lucu, kalau dipikir-pikir, sebelum bersama Mr Defender saya adalah orang yang tidak pernah memikirkan suatu hubungan akan dibawa ke mana, saya hanya menjalani, menikmati setiap detik dan mensyukuri setiap kenikmatan yang dibawa

catatan di suatu kamis pagi

Tuhan, hari ini kau menegurku dengan lembut. Aku menerimanya, Tuhan. Sama seperti aku menerima bahwa sebulan yang lalu kau begitu manis padaku dan membawakanku banyak oleh-oleh, banyak kejutan kecil yang indah di setiap langkah kaki yang kutapakkan. Tuhan, aku tidak ingin bertanya mengapa. Aku tahu jawabanmu: memang sudah seharusnya dan sudah waktunya. Tidak, Tuhan, aku bukan lelah memprotes, aku memang menerimanya, sama seperti aku tidak bertanya mengapa bintang bersinar dan mengapa langit berwarna biru. Tuhan, boleh aku mengaku? Dulu aku menghibur diri di saat-saat seperti ini, aku berkata bahwa setelah ini engkau menyiapkan hadiah untukku, untuk menebus hari ini. Itu pun tidak jelek kan? Namun, kini aku bahkan tidak perlu begitu. Bukan, aku bukan berputus asa, aku hanya menerima. Bahwa hidup hanya harus dijalani. Aku tidak perlu nilai A, tidak perlu menorehkan apa-apa, tidak perlu berusaha hanya agar ada yang mengenang namaku kelak, lama setelah aku tiada.