Skip to main content

Posts

Showing posts from 2018

Berburu SD

Akhir tahun ini ditutup dengan agenda yang cukup serius: mencari sekolah dasar untuk Mbak Rocker. Sejujurnya saya tidak pernah berpikir bahwa mencari SD untuk Mbak Rocker akan melalui begitu banyak pertimbangan. Dulu saya selalu yakin saya akan memasukkan Mbak Rocker ke SD Negeri yang berjarak jalan kaki dari rumah, selesai. Masalah kualitas pendidikan yang kurang, pergaulan yang tidak sehat dan sebagainya, saya pikir akan bisa kami atasi dengan pendidikan dari rumah. Toh orangtua adalah pendidik anak yang utama. Jika kita percaya agama, orangtua jugalah yang akan dimintai pertanggungjawaban akan pendidikan anak di akhirat nanti, berapa pun mahalnya kita membayar sekolah. Maka saya dulu sering berpikir, what's this fuss about school ? Semakin Mbak Rocker mendekati usia masuk SD, saya jadi memikirkan banyak hal. Pertama, jelas, karena sistem zonasi dan kurangnya sekolah negeri di daerah kami, ditambah lagi banyaknya anak  yang sudah melewati usia sekolah tetapi belum sekol

Ini Bukan Tentangmu

Tahun ini adalah tahun yang penuh duka untuk saya pribadi. Beberapa sahabat dekat saya menjadi korban kecelakaan pesawat JT 610. Menuliskan ini pun rasanya hati saya perih. Beberapa minggu setelah kejadian itu saya banyak murung dan menangis. Banyak yang menyesaki dada saya, entahlah, kehilangan, penyesalan, kekosongan, kesedihan, juga ketakutan. Tentu saja kesedihan saya mungkin tidak ada artinya dibandingkan istri dan suami dua sahabat saya yang ditinggalkan belahan jiwanya pada kecelakaan itu. Saya sendiri tidak tahu harus mengatakan apa kepada mereka, saya tidak sanggup bilang turut berduka cita sampai seminggu setelah peristiwa itu. Rasanya semuanya seperti mimpi. Saya tidak sanggup menatap mata mereka dan melihat kehancuran di sana. Mereka yang ditinggalkan pasangan. Mereka yang harus membesarkan buah hatinya yang kehilangan satu orang tua. Ah, remuk hati ini. Kadangkala, setelah saya bisa berbicara kembali dengan pasangan almarhum sahabat saya, ingin saya mengat

Quora pun Takkan Tau

Salah satu bagian terberat tetapi juga paling menarik dari menjadi orang tua adalah menghadapi berbagai macam pertanyaan anak yang luar biasa ajaib, dan kadang mustahil dijawab oleh quora sekali pun. Misalnya: Apakah Ultraman itu nabi atau malaikat? Mengapa si A punya dua ayah? Apakah aku juga boleh punya dua ayah? Sepertinya menyenangkan dapat dua hadiah ulangtahun dari ayah. Di mana alamat Tuhan kalau aku mau mengirim paket? Apa yang dinosaurus lakukan di surga? Dan apakah di surga nanti, macan masih berburu rusa? Mengapa ibu X tidak cantik? Dan mengapa si B berambut keriting? Dan setiap hari, ada selusin pertanyaan ajaib lainnya. Apa sih yang dilakukan orang tua kita dulu sebelum ada mesin pencari, ya?

Pahlawan

Hari Pahlawan baru saja terlewati. Pernahkah melihat ke sekeliling kita untuk mengapresiasi  jasa para pahlawan yang mungkin tak ditetapkan status kepahlawanannya oleh sejarah? Para guru honorer yang mendidik anak-anak kita walau dengan gaji sekedarnya. Penjual makanan di pinggir jalan yang bekerja keras memberi makan keluarganya. Tukang kebun yang berkerja malam sebagai satpam agar bisa menyekolahkan anaknya. Mahasiswa yang pontang-panting mencari kerja sambilan karena sudah harus jadi tulang punggung keluarga setelah yatim. Begitu banyak orang yang sedang berjuang di sekitar kita, dengan semangat dan pengorbanan yang tak kalah dari pahlawan perang. Sudahkah kita mengapresiasi, sedikit saja?

Dunia ini fana adanya...

Kesedihan ini sangat mendalam hingga tak sanggup aku mengungkapkan, Kawan, sahabat, bahkan saudara yang tercinta, lenyap dalam genggaman kabut. Dipeluk debur ombak. Kawan, entah apa harus kuucapkan, kepada mereka yang terkasih yang ditinggalkan, yang merasakan duka dan kehilangan terbesar. Semoga Tuhan meringankan, semoga semua jalan dimudahkan, dan pelukan kasih dibukakan, dari segala arah.

Inferno

Buku ini Dan Brown banget lah ya, lengkap dengan segala setting yang detil dan memukau dan pengetahuan mendalam tentang karya seni zaman Renneisans. Juga adegan kejar-kejaran seru yang membuat pembaca bisa membayangkan seandainya buku ini diangkat ke layar film. Tapi... ceritanya sendiri menurut saya sih kurang ngangkat, ya, dan ada beberapa bagian yang bikin 'hah gitu doang'. Yah semacam kalau film ini film blockbuster tapi nggak Oscar worthy gitu. Secara keseluruhan sih tetap enak dibaca buat bacaan ringan.

Casual Vacancy

Tadinya saya berharap banyak dari buku ini, terutama karena ini adalah karya penulis yang menghasilkan mahakarya seperti Harry Potter. Tapi sejujurnya, buku ini bagi saya jauh dari menghibur, misalnya kita bandingkan dengan tulisan serupa dari Sidney Sheldon misalnya. Mungkin karena tidak ada tokohnya yang cukup animatif seperti Hercule Poirot atau Miss Marple. Mungkin karena entah kenapa saya tidak bisa bersimpati kepada salah satu pun tokohnya sehingga saya tidak peduli bagaimana nasib mereka dalam cerita. Bahkan sejujurnya saya menamatkannya hanya karena sayang saja sudah membeli ebooknya. Kurang greget, kurang seru, padahal bahasa bukunya tense banget sampai membacanya pun sedikit melelahkan.

Sekeras Baja, Selembut Sutra

Mbak Rocker, anakku. Setiap kali mendengar orang lain bercerita tentangnya, hati saya selalu penuh dengan rasa bangga. Bukan atas prestasinya di sekolah atau eskul, tapi setiap cerita selalu membuat hati saya meledak oleh rasa cinta. Di sekolah... Tentang dia yang selalu mau membagikan bekalnya bahkan sampai terkadang dia tidak makan lauk karena habis dia bagikan. Sampai ibu guru melarang temannya meminta isi bekal Mbak Rocker, dan dia tetap akan bilang "nggak papa, masih banyak aku punya di rumah..." Tentang dia yang selalu jujur saat pekerjaan rumahnya dibantu ibu, bahkan saat bu guru tidak menanyakan. Tentang dia yang selalu berseri melihat bu guru dan selalu membuat hati guru-guru berbunga karena anakku sangat perhatian, selalu berterima kasih dan memeluk mereka penuh sayang. Tentang dia yang kadang tidak diajak bermain, kadang bertengkar dan menyendiri tetapi tidak membuatnya kecil hati, karena menurutnya "aku mau sekolah bukan untuk main aja".

Sabtu Bersama Ayah

Sejak dulu. Sabtu adalah harinya ayah. Karena seringnya ayah harus bertugas di luar kota, menghabiskan waktu bersama ayah di hari Sabtu sebelum akhirnya ayah berangkat kembali di hari Minggu menjadi hal yang ditunggu anak-anak. Dalam seminggu mereka sudah akan menghitung hari, tak sabar menunggu Jumat sore di mana ayah pulang. Lalu membiarkan ayah istirahat semalaman karena tahu besok akan ada seharian penuh untuk mereka memonopoli waktu ayah. Akhir pekan kami selalu biasa saja: pantai, taman, hutan bakau. Itu itu saja dan itu itu juga namun anak-anak tak bosan-bosannya. Berenang. Main pasir. Makan kerang kapah dan membeli es krim. Melihat monyet dan bekantan. Berlarian. Menikmati matahari tenggelam dan malam turun di taman. Dan selalu mereka menunjukkan kebahagiaan seperti saat pertama kali melakukan semuanya. Ah, anak-anak... Mereka hanya gembira bisa bersama ayahnya, di hari spesial mereka dan ayah.

Double Birthday

Tahun ini Mbak Rocker dan Si Racun Api memutuskan untuk merayakan ulangtahunnya bersama, walaupun sebenarnya ulang tahun mereka berselang lebih dari dua bulan. Kehebohan mengurus dua acara ulang tahun anak-anak yang maunya macam-macam tentunya ada ya, mulai dari mencari tempat yang muat untuk menampung semua teman mereka yang main lama makin banyak, memilih makanan yang sesuai dan disukai keduanya, mengatur dekorasi sampai bingkisan ulang tahun yang sama-sama mereka setujui. Dan kalau ada yang bilang ulang tahun bareng itu lebih irit, kata siapa? Kalau undangannya dua kali lipat ya jatuhnya sama aja, karena kan anak-anak sudah punya teman masing-masing ya jadi undangan tetaplah membludak. Tapi nggak apa asal mereka bahagia. Toh kita cari uang juga buat siapa, yakan netijen??

Sampai di Tujuan?

Berapa kali kita terlupa akan semua hal berharga di sekeliling kita saat mengejar sesuatu, yang kadang kita pun tak ingat lagi mengapa kita mengejarnya. Kadang terlalu fokus pada tujuan mengaburkan mata dan hati kita akan apa yang harus kita korbankan untuk meraihnya. Namun satu hal yang saya harap kita tidak pernah lupa, tujuan yang sebaik apa pun, semulia apa pun, tidak membuat kita boleh membenarkan segala cara.

La Dolce Far Niente

Bagi yang sudah membaca atau menonton Eat Pray Love tentu tahu istilah la dolce far niente . Atau terjemahan bebasnya sweet idleness . Keindahan dari tidak melakukan apa-apa. Menikmati jadwal yang sengaja dikosongkan, tidak mengisi waktu dengan apa pun yang produktif. Mungkin ada yang menyebutnya dengan me time , walaupun sebenarnya tidak tepat begitu. Me time bisa berarti memasak bagi yang suka masak, atau berolahraga, atau bisa juga travelling atau shopping. La dolce far niente jauh lebih santai dan seharusnya tidak melibatkan kegiatan apa pun. Santai, tenang, leyeh-leyeh tanpa merasa bersalah. Sejak punya anak, kadang-kadang me time saja terlalu melelahkan buat saya. Hahaha. Dibandingkan pergi jalan-jalan atau mencoba resep baru, kadang saya lebih memilih tidur-tiduran, atau berbaring santai sambil corat coret tanpa makna, atau menyesap teh dengan sepotong kue. Nikmat sekali rasanya, seperti secuil surga yang jatuh dari langit. Mewah. Walaupun saya sebenarnya nggak melakukan

girl crush: Andrea Mc Anally

Ketika saya tahu hamil anak ketiga, entah kenapa saya merasa sangat kuatir, takut tidak bisa membesarkan tiga anak dengan baik, takut tidak bisa lagi bersenang-senang, dan secara keseluruhan merasa tidak terinspirasi untuk ngapa-ngapain. Enter Andrea Mc Anally. Ibu tiga anak. Guru yang seru. Mendekorasi rumah di setiap tema liburan dan menjadikan rumah tempat yang hangat untuk anak-anaknya. Lengkap dengan segala aktivitas edukatifnya. Dan menjadikan momen sekecil apa pun spesial. Memastikan keluarganya sehat, aktif, dan bahagia. Inspirasi baru untuk jadi seorang ibu super! Terima kasih Andrea!

Kembali Ke Sekolah

Seminggu yang lalu, kedua anak saya yang besar sudah kembali ke sekolah. Maka berakhirlah kepusingan ibu yanng sedang cuti melahirkan ini untuk menyiapkan aktivitas bermain sambil belajar setiap pagi. Sekarang, tugas mengajak mereka beraktivitas menjadi bagian ibu gurunya sampai saat pulang sekolah tiba. Hore! Yang sabar ya, Bu Guru... hahahaha. Namun kelegaan itu tentunya diiringi dengan berbagai kerepotan baru yang lain: menyiapkan mereka berdua ke sekolah setiap hari. Tentunya dengan adanya Dik Kwan Im yang juga menuntut perhatian, menyiapkan Mbak Rocker dan Si Racun Api lumayan bikin istighfar. Apalagi kalau Mr Defender sedang di luar kota. Ya walaupun kalau ada juga nggak seberapa menolong sih, yang ada malah lebih heboh lagi karena ditambah menyiapkan keperluan bapaknya, hahahaha... Belum lagi ditambah yang lain-lain seperti antar jemput sekolah, mengantar Mbak Rocker ke aneka les dan kegiatan pilihannya, mengecek dan membantu mereka mengerjakan pe-er dan membuat proyrek-proye

Indah Pada Waktunya

Banyak kekhawatiran yang meliputi saya pada awal-awal kehamilan Dek Kwan Im: kemungkinan pindah penugasan, pekerjaan saya dan suami, dan berbagai kekhawatiran lain, salah satunya adalah: kami belum punya pembantu atau suster untuknya ketika lahir nanti. Mr Defender lebih sering bekerja di luar kota daripada di rumah. Bagaimana saya akan mengurus Dek Kwan Im nanti setelah saya kembali bekerja? Apakah Mbak Rocker dan Si Racun Api akan baik-baik saja? Dan sejuta pertanyaan dan kecemasan lainnya. Menjelang bulan kelahiran Dek Kwan Im semakin banyak rintangan yang muncul, termasuk kemungkinan bahwa saya harus melahirkan tanpa didampingi Mr Defender. Perasaan saya kacau balau oleh hormon kehamilan, cuaca yang tidak menentu, listrik yang mati melulu, dan segala hal yang rasanya menghalangi saya untuk bisa tenang dan fokus menyambut persalinan. Namun entah bagaimana sebulan sebelum tanggal estimasi kelahiran, saya mendadak mencapai juga fase tenang, pasrah, sumarah, legowo. Tenang men

Tas Bayi, Dulu dan Kini

Dulu jaman pertama kali saya punya anak (duh kesannya udah seabad lalu ya, padahal umur Mbak Rocker aja baru lima tahun), saya mendedikasikan satu tas khusus untuk membawa keperluannya, tas bayi, atau yang disebut dengan  diaper bag . Saya tidak membelinya, tetapi mendapatkannya dari seorang teman sebagai kado saat melahirkan. Saya pikir, ah, bagus juga dimanfaatkan. Maka saya memakainya untuk membawa segala uborampe Mbak Rocker. Isinya bukan cuma popok tentu saja, tapi baju ganti, tisu, minyak telon, selimut, mainan, bahkan bantal kecil. Saat dia sudah makan, ditambah dengan botol air dan kotak makannya. Ke mana pun saya pergi membawa Mbak Rocker, tas ini selalu menyertai, hahaha. Jadi saya bisa merasa tenang dan aman bahwa Mbak Rocker memiliki semua yang dia butuhkan di dalam tas bayi ini. Walaupun jadinya saya ke mana-mana seperti orang yang mau pindahan. Ketika Si Racun Api lahir, Mbak Rocker masih berusia satu setengah tahun dan belum lulus toilet training. Dia juga msih minu

Joie de Vivre

Seperti yang sudah-sudah, yang entah sudah berapa kali ditulis manual maupun di dalam layar, satu keinginan besar adalah menikmati hidup sebagaimana adanya, immerse myself in the joy of life. Merasa nyaman dengan diri sendiri dari segala sisi bukan cuma instagrammable angle nya saja. Merasa cantik di usia, warna kulit, status sosial dan berat badan yang sekarang. Menerima diri apa adanya (yang sama sekali bukan berarti tidak merawat diri, justru sebaliknya merawat yang sudah diberikan alam sebaik mungkin) dan menjadi lebih cantik karena penerimaan itu. Memancarkan aura yang tak terbantahkan: bahwa ku selow, amat selow...

Lebaran

Tahun ini, kami kembali merayakan lebaran jauh dari kampung halaman. Namun sama seperti sebelumnya, tidak sedikit pun saya merasa ada yang salah, atau ada yang kurang. Kami membuat banyak kue lebaran seperti biasanya. Tahun ini Mbak Rocker sudah bisa ikut mencetak kue kering. Sehari sebelum lebaran saya berbelanja dan memasak. Opor ayam, rendang, sambal kentang hati, mi goreng dan sayur labu kesukaan suami. Malam kami membuat lontong untuk sarapan hari raya. Pagi lebaran, kami membuka rumah untuk siapa saja yang berkenan datang. Teman kantor yang tidak mudik lebaran, kenalan kami yang memang tinggal di Tarakan, orangtua teman anak-anak, tetangga, dan anak-anak kecil yang mencari salam tempel. Kami makan sampai perut begah, minum aneka es buah dan minuman manis sampai sakit gigi. Beberapa hari berikutnya kami habiskan dengan berkeliling menghadiri undangan open house di rumah kenalan. Dan sisa hari libur yang panjang kami isi dengan jalan-jalan ke pantai, menikmati kota, beren

Media Cetak...

... sungguh aku rindu! Berebut majalah Bobo dengan adik di masa kecil.  Mencuri-curi baca majalah Hai dan Gadis yang belum diizinkan orangtua untuk dibaca. Mengintip kolom In Bed with Ayu Utami di majalah Jakarta Jakarta milik ayah. Mengguntingkan resep dari Kartini dan Femina untuk ibu (lalu numpang baca cerpen atau rubrik Oh Mama Oh Papa). Berseru gembira saat ada edisi terbaru Cita Cinta di jaman kuliah. Mendiskusikan isi Rollingstone terbaru dengan sahabat. Membaca rubrik seks Cosmopolitan bersama teman-teman cewek dan tertawa seru bersama. .... are those days really over?

love on screen i love

Pasangan  fiktif favorit saya: Richard Castle dan Katherine Beckett. Ted Mosby and Tracy McConnell Chuck Bass dan Blair Waldorf

Motherhood, times 3

Seminggu yang lalu, putri ketiga kami lahir. Dik Kwan Im, putri ketiga dan sekaligus bungsu, yang melengkapi kebahagiaan keluarga kami yang tak lagi kecil. I would do just about anything you'd ask, For you there's nothing I wouldn't do, there's no such task. I would walk without my shoes to the end of the Earth, I would give up anything I had to, to teach you self worth. I would hold your hand every minute of every day, But I won't because I know you need to find your own way. I would surely bear the heartache of your first love that's real, Even though I can't, I will naturally feel as you feel. I would sell my soul if it would keep you happy forever, I would give my right arm to keep us forever together. I would run a hundred miles up-hill in the rain, Just to guarantee that you will never feel pain. I would laugh with you even if I was sad, I will give you a smile even if I'm mad. I can only accept your mistakes with a grin on my face, I

Gilmore Girls

Gilmore Girls adalah serial drama TV favorit saya. Saya mengikutinya sejak masih SMA hingga menjelang lulus kuliah. Kebetulan saya berada di timeline kehidupan yang sama dengan Rory Gilmore, ketika mulai nonton serial ini saya masih SMA seperti Rory, lalu Rory kuliah di saat yang hampir sama dengan saya, dan saya merasa kami banyak mengalami fase hidup yang sama. Mungkin itulah sebabnya saya sangat menyukai serial ini. Di samping, yah, Rory punya ibu yang keren dan hubungan ibu-anak yang dekat dan hangat, sesuatu yang saya tidak atau kurang memilikinya. Sewaktu Gilmore Girls berakhir (tapi tidak tamat) di season 6 saya merasa kehilangan, karena itu sewaktu Netflix membuat miniseri 4 episode Year In the Life 10 tahun kemudian, saya antusias ingin tahu ending kisah ini. Miniseri iNi sendiri banjir pujian dan celaan dari fans setia Gilmore Girls di seluruh dunia. Namun bagi saya sendiri, miniseri ini lumayan memuaskan, dan membuat saya belajar banyak hal dari tokoh tokoh fiksi ini. Ke

Bye, Bocor Halus

Pernah ngerasa nggak sih, gaji sudah lumayan besar tapi tanggal belasan udah ngos-ngosan sehingga di akhir bulan harus gesek kartu kredit? Atau, merasa sudah nggak pernah belanja-belanja barang bermerek tapi kok tabungan nggak nambah-nambah? Investasi jalan di tempat padahal sudah mengeliminasi liburan rutin? Hahaha, curhat banget ya. Kalau kata orang sih, kondisi keuangan bisa jadi seperti ini karena dompet kita mengalami bocor halus. Bocor halus, atau kalau di istilah perencana keuangan sering disebut the latte factor , adalah pengeluaran-pengeluaran kecil yang tidak terasa saat dikeluarkan tetapi frekuensinya sering sehingga jumlahnya jadi banyak kalau dikumpulkan. Ya seperti untuk beli latte . Besar kecilnya pengeluaran memang relatif ya buat setiap orang. Ada yang standar 'kecil' nya puluhan ribu, ada juga yang apa pun di bawah sejuta masih terasa kecil dan enteng saja mengeluarkan tanpa sadar. Namun pada umumnya bocor halus digunakan untuk menyebut pengeluaran y

Karena aku tidak mengerti kamu yang tidak mengerti dia.

Di antara teman-teman dekat saya, dulu saya paling lambat memiliki hubungan 'serius'. Saat Miss Turquoise sudah punya calon suami, Mr Cajoon punya pasangan lumayan serius (dalam artian mereka mempertimbangkan pernikahan), saya dan Mr Defender masih dalam tahap pacaran yang begitu-begitu saja dan tidak ke mana-mana (karena banyaknya persoalan yang mengganjal di antara kami sehingga terlalu dini rasanya bahkan untuk membicarakan apakah kami akan tetap bersama bulan depan). Setiap saya bersama Mr Cajoon, atau Miss Turquoise, dan mereka membicarakan hubungan seriusnya dan rencana masa depan bersama pasangan, saya selalu merasa begitu jauh, karena saya sendiri belum mencapai fase itu. Beberapa teman kuliah saya bahkan segera menikah tak lama setelah wisuda, dan walaupun saya selalu menghadiri pernikahan mereka dengan senang hati dan turut bahagia, ada sedikit perasaan cemas bahwa mereka mencapai apa yang belum saya capai. Ada saatnya di mana saya masih sibuk jalan-jalan dan nai

Kita semua hanya berusaha untuk tidak tenggelam.

Live and let live . Kalimat itu selalu berusaha saya tanamkan di pikiran saya setiap kali terlintas untuk menghakimi, mengomentari, atau menyinyiri orang atau keadaan di sekitar saya. Semua orang punya perjuangan dan alasannya sendiri untuk melakukan atau tidak melakukan apapun itu. Karena itu saya sudah lama berhenti memperhatikan apa yang orang asing lakukan: artis, selebgram, segerombolan ibu-ibu arisan... apapun konteksnya. Pilihan cara melahirkan, tebal make up, jumlah arm candy di tangan, cara mendidik anak, pilihan caleg saat pilkada... selama tidak membahayakan hidup saya, I just live and let live. Hidup lebih damai seperti itu. (Tentu saja kalau orangnya Fahri Hamzah, Fadli Zon atau Jokowi, sulit untuk live and let them live their life karena apa yang mereka lakukan mempengaruhi nasib rakyat banyak, termasuk saya. Tapi itu beda hal, dan butuh satu posting panjang berbeda). Hanya saja, terkadang sulit untuk live and let live apabila objeknya adalah orang-orang yang kita

So Long, Rollingstone

Awal tahun ini daya mendengar kabar menyedihkan yaitu penerbitan edisi terakhir majalah Rollingstone Indonesia. Iya, Rollingstone akhirnya gulung tikar, menyusul majalah Hai yang juga mencapai ujung perjalanannya di pertengahan tahun 2017 lalu. Sedih, ya, padahal mereka dua media yang menemani hari-hari saya di masa remaja dan awal mendewasa. Saya sedang tidak berselera membahas matinya media cetak, yang salah satunya tentu karena makin maraknya webzine (atau kurangnya minat baca?), namun ada sedikit ngilu di hati kalau teringat bahwa matinya Rollingstone tentu juga berarti matinya mimpi anak-anak muda untuk menjadi jurnalis musik, hal yang juga pernah menjadi cita-cita saya di suatu waktu. Selamat berpisah, Rollingstone, dan terima kasih atas semua kenangan indah yang kauberikan lewat perantaramu: wawasan akan band-band baru yang kaubagikan, diskusi-diskusi dengan sahabat masa kuliah, pesta-pesta musikmu yang luar biasa, dan warna-warni yang kaupoleskan pada kami yang per

Kencan

Setelah mempunyai dua anak, dan apalagi setelah tidak punya babysitter lagi, urusan kencan menjadi prioritas yang kesekian bagi saya dan Mr Defender (atau bahasa halusnya, terlupakan). Apalagi saat ini di mana Mr Defender bekerja di kota lain dan hanya ada di rumah saat akhir pekan (pun tidak setiap minggu) semakin sulit rasanya menyisipkan jadwal kencan di antara waktu kebersamaan kami yang terbatas. Padahal, menurut saya nih, kencan itu penting loh untuk memelihara romansa di antara sepasang manusia yang mungkin sudah mulai pudar karena jarak, rutinitas pekerjaan dan anak-anak. Nah lalu solusinya bagaimana dong? Kalau buat kami, ada beberapa aktivitas yang kami lakukan buat mengganti malam mingguan standar makan di luar: 1. Mengajak anak-anak jalan ke taman. Waktunya bisa pagi atau malam. Kebetulan di tempat kami tinggal banyak taman yang luas. Anak-anak bersepeda, main skuter, naik ayunan atau naik mobil-mobilan sewaan. Kami bisa duduk santai berdua sambil makan kacang rebus, m

what can I do, honey, I feel like the color blue

Saya percaya, semua orang, sekuat dan setegar apa pun kelihatannya dari luar, bahkan yang bisa menanggapi kritik pedas dengan kalimat selugas "pemahaman nenek lu" pun, punya batas. Punya saat-saat melting down , punya momen di mana dia merasa tidak berdaya dan ingin melambaikan tangan ke kamera (walaupun mungkin di luarnya tetap memasang poker face ). Dan tentu saja itu adalah hal yang manusiawi, karena kelemahanlah yang membuat manusia bertumbuh menjadi lebih kuat. Saat berada di titik terendah, semua orang tentu punya tempat melarikan diri. Beruntungnya mereka yang religius dan percaya bahwa ada kekuatan lebih besar di balik alam semesta, tentu selalu bisa melarikan diri kepada tuhannya. Mereka yang tidak dianugerahi iman sebesar itu, mungkin akan melarikan diri kepada yang lebih terasa keberadaannya: pasangan, sahabat, tali pancing atau media sosial. Walaupun media sosial sama absurdnya dengan ketuhanan. Dan saya, saya beruntung memilikinya. Sepasang tangan yang selal

Tentang Menjadi Ibu yang Kuat

Sejak menjadi ibu, ada satu hal yang saya sadari: ibu harus menjadi sosok yang kuat. Kuat luar dalam. Secara emosi ataupun fisik.  Ibu nggak boleh sakit. Karena kalau ibu sakit (ibu bukan manusia dengan kesehatan super yang anti kuman dan anti bakteri serta virus), siapa yang akan merawat anak-anak sementara ibu beristirahat? Walaupun sakit pun, seorang ibu harus tetap memastikan anak-anaknya tetap terpenuhi kebutuhannya, tetap makan bergizi, tidur sesuai jadwal, tetap pergi ke sekolah dan beraktivitas seperti biasanya. Dan yang paling penting, jangan sampai anak-anak ikut tumbang. Ibu juga nggak boleh lelah, karena selelah apa pun ibu setelah bekerja (ibu bukan robot dengan stamina yang selalu prima), atau setelah mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ada wajah-wajah mungil penuh harap yang ingin bercerita tentang kegiatannya hari itu, ingin diajak bermain, ingin dibacakan cerita sebelum tidur dan perlu dibantu mengerjakan tugas dari sekolah.  Dan terakhir, ibu nggak bo

girl crush: Alice Gao

Suka sekali sama fotografer Alica Gao. Gayanya simpel tapi chic. Kulitnya bagus. She's also super talented. And a total babe!

Halal dan Haram

Beberapa waktu yang lalu ketika saya dan keluarga berlayar (berlayar banget bahasanya) ke Sabah, saya tidak sengaja mendengar percakapan seru di antara penumpang kapal. Penumpang kapal yang pertama, seorang cici-cici berusia 40-an awal, dan yang kedua seorang pria yang sedikit lebih muda darinya. Keduanya ke Sabah untuk urusan bisnis. Si cici mau ke Tawau, si om mau ke Kota Kinabalu. Banyak hal yang mereka perbincangkan: film Madu Tiga P Ramlee yang sedang diputar di kapal (ternyata filmnya kocak sekali!), hotel-hotel dengan harga terjangkau di Tawau, perjalanan darat Tawau ke Kinabalu yang lebih menyenangkan daripada perjalanan via udara, kurs ringgit terbaru di berbagai money changer , bisnis impor ekspor ilegal yang mulai sepi sejak Ibu Mentri Susi menenggelamkan kapal-kapal asing, cuaca dan lain-lain, namun ada satu yang paling menarik bagi saya. Percakapan itu kurang lebih berlangsung seperti ini. Om: "Sepi bisnis sekarang ini, Ci. Sampai aku ambil-ambil proyek keci

Irisan Kecil Kebahagiaan

Bahagia itu sederhana, kata orang. Hidup nikmat itu gampang. Sejak dulu saya suka membuat list hal-hal yang membuat saya senang, hal-hal yang pantas saya syukuri, dan semacamnya. Kadang isinya hal-hal besar, kadang juga hal kecil. Awal tahun ini, saya memutuskan untuk kembali menulis hal-hal yang membuat saya senang dan saya syukuri, my thin slices of joy , semacam gratitude journal gitu, tetapi kali ini setiap hari. Benar-benar setiap hari. Biasanya begitu saya bangun pagi, sebelum mengerjakan apa pun, atau malam hari sebelum tidur. Isinya sederhana saja. I'm thankful for a delicious lemon zest I made today. I'm thankful that my kids are bathed, fed, and now sleeping peacefully. I'm thankful that yesterday I madeit to the office on time. I really love Stitcher episode today. Hal-hal paling random, hal-hal yang sebelumnya tidak saya tulis ke dalam gratitude journal karena terlalu remeh temeh. Ada yang bilang bahwa momen-momen dan hal-hal yang sederh