Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

Di Mana Kita Saat Ini?

Saatnya untuk refleksi akhir tahun. Atau tidak? Satu tahun lagi akan berlalu, dan penghujung tahun ini akan menjadi penutup satu dekade sekaligus membuka satu dekade baru lagi. Dan tahun baru pun tiba. Juga dekade baru, tahun anggaran baru, semester sekolah baru, dan semua yang baru. Setiap akhir tahun, setelah pekerjaan kantor selesai dan orang-orang cuti, menjelang pulang kampung untuk merayakan natal, saya selalu beres-beres. Beres-beres rumah, meja belajar anak-anak, menyortir kertas-kertas tagihan dan dokumen tahun lalu serta membuang yang tidak perlu. Membuka ulang lemari anak-anak dan memilah pakaian yang sudah rusak atau kekecilan. Menyimpan baju kekecilan yang masih bagus dan membuang yang sudah tak tertolong. Mendaftar apa yang perlu dibeli dan diselesaikan sebelum kami pulang kampung untuk merayakan natal bersama keluarga Mr Defender. Di kantor saya juga beberes file-file lama, menghancurkan dokumen fisik yang tidak terpakai dan menghapus fike komputer yang ti

Autopilot

Kadangkala hidup sebagai ibu terasa berjalan dalam mode autopilot. Bangun pagi dengan alarm lagu pembuka Tiger and Pooh (saya menyalakan TV saat bangun tengah malam, setiap malam, menonton Disney Junior sampai ketiduran dan akan bangun jam lima pagi saat Tiger and Pooh tayang, setiap hari tanpa kecuali), berguling di kasur beberapa saat untuk kemudian setengah sadar menyalakan mesin cuci dan memilah baju-baju kotor sesuai warna. Sambil menunggu cucian selesai saya akan mencuci beras lalu memasak nasi, mengecek kulkas dan meja makan lalu menyiapkan sarapan dan bekal sekolah anak-anak berdasarkan apa yang tersisa di sana. Menyusun piring dan gelas cucian tadi malam ke tempatnya. Menjemur cucian saat mesin cuci berbunyi tut tut. Mandi pagi. Menyiapkan baju sekolah anak-anak. Lalu membangunkan semua orang untuk mandi dan siap-siap. Lima belas menit kemudian semua siap keluar dari rumah, ke tempat tujuan masing-masing... ... di mana saya masih berlanjut dengan mode autop

Tunggulah

hari itu ku mengingat hari ini saat tebak yakinku ini pasti terjadi hari di mana tanah langit juga samudra kabut pagi menyaksikanku merekalah saksi menyaksikanku mati (Akulah Ibumu, FSTVLST) Beberapa hari yang lalu dunia, khususnya para penggemar KPop dikagetkan dengan meninggalnya Goo Hara, setelah selang sebulan sebelumnya Choi Jinri atau Sulli juga mengakhiri hidupnya. Banyaknya kasus bunuh diri di kalangan KPop Idol memang membuat kabar seperti ini seakan hanya another suicide on the news , tetapi mereka yang merasa dekat dengan idolanya pasti akan terguncang, seperti para penggemar musik pop 80-an merasa sedih saat Michael Jackson meninggal. Bagi saya yang bukan penikmat KPop, berita ini juga menyisakan selarik perih lebih karena penyebab meninggalnya Goo Hara (dan Sulli dan banyak KPop idols lainnya). Ditinggalkan seseorang karena bunuh diri berbeda dengan ditinggalkan karena usia tua, sakit, bahkan kecelakaan mendadak. You just can't easily recover f

Snowflakes

Are you raising snowflakes?  Snowflakes kids, millenial snowflakes ... keluhan yang sering kita dengar sekarang ini tentang generasi muda zaman sekarang. Banyak teman saya yang sering mengeluhkan anak-anak fresh graduate  di kantor mereka yang mirip-mirip sindiran Kaka dan Bimbim di Mars Slankers: tahu sedikit ngakunya sudah paham, kerja sedikit maunya kelihatan. Belum lagi kabarnya mereka mudah sekali terluka harga dirinya jika hasil kerja atau karyanya kurang dihargai, tidak bisa menerima masukan, dan menganggap semua kritikan profesional secara pribadi alias baperan. Intinya, they are snowflakes, mudah ambyar. Tentu saja tidak semua millenial begitu ya. Tetapi yang namanya stereotip juga tidak muncul dengan sendirinya. Mungkin inilah saatnya introspeksi diri, mengapa generasi muda sekarang disebut snowflakes? Dan bagaimana kita sendiri sebagai orangtua? Apakah juga akan membesarkan snowflakes lainnya? Sebagian besar dari generasi saya saat ini, dan juga generasi yang menjadi oran

Decluttering, Lagi dan Lagi

Tiga bulan yang lalu, kami sekeluarga pindah tempat tinggal ke sisi lain kota supaya lebih dekat dengan kantor baru dan sekolah anak-anak. Keputusan itu kami ambil setelah sebulan lamanya menempuh perjalanan yang melelahkan setiap hari untuk mengantar jemput anak-anak dan ke kantor. Senangnya, kami tidak butuh waktu lama untuk mencari rumah sewa yang sesuai dengan keinginan kami di lokasi yang kami incar. Yang susah adalah proses pindahannya. Tidak ada yang pernah simpel dari proses pindah rumah, walaupun kami sudah sering menjalani proses ini: pindah keluar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Tetap saja pindahan itu makan waktu, energi dan tentu saja biaya. Satu hal yang kami pelajari setelah berkali-kali pindah rumah adalah: pindahan itu lebih simpel jika kita tidak punya terlalu banyak barang. Seperti Fumio Sasaki yang seisi apartemennya bisa dikemas dalam dua puluh menit saja. Tentu saja ini tidak berarti kami akan hidup benar-benar alakadarnya tanpa membeli perabota

Menulis

Rajin menulis itu harus dipaksakan, ternyata. Di tahun lalu saya pernah bertekad untuk menulis di blog setiap minggu, entah apa pun isinya, hanya agar saya rajin menulis. Saya juga memaksa diri untuk menulis jurnal rasa syukur setiap pagi, yang biasanya hanya bertahan selama dua minggu sebelum akhirnya berganti kembali menjadi seminggu bahkan sebulan sekali. Mengapa sulit menulis setiap hari, padahal banyak yang ingin ditulis? Klise, tidak ada waktu. Padahal sih rajin memantau sosial media, hahaha. Sewaktu SMP-SMA saya menulis setiap saat. Setiap ada waktu luang. Menulis ratusan cerpen dan puisi yang saya kirimkan ke media cetak untuk tambahan uang saku. Mengikuti berbagai lomba karya tulis juga untuk uang saku. Menulis diari. Menulis fan-fic untuk bacaan pribadi saat saya tidak sabar menunggu sekuel novel atau serial favorit. Menulis novel panjang yang tak kunjung selesai dan ketika dibaca kembali terasa konyol sekali. Dulu menulis itu menyenangkan dan menjadi semacam esc

Selamat Hari Jadi

Kemarin adalah hari jadi kami yang ke-sekian belas. Lucu juga jika mengingat bahwa hampir separuh umur saya saya habiskan bersama Mr Defender. Menapaki masa-masa akhir remaja yang penuh semangat hidup, gairah, dan kebimbangan bersama. Memasuki jenjang usia dewasa bersama-sama, mencoba menemukan tujuan hidup dan memaknai segala hal dengan mata hati yang baru, yang tak lagi belia. Mengalami banyak kali pertama, dan menjadi banyak hal pertama bagi satu sama lain.  Menjalani ribuan pertengkaran, jutaan ujian dan berbagi beban hidup berdua. Menjadi dewasa bersama-sama.  Banyak hal yang saya rindukan dari masa-masa awal kebersamaan kami. Banyak juga sesal, harapan yang tak terwujud, ekspektasi yang mustahil terpenuhi dan mimpi-mimpi yang terkubur. Banyak kompromi. Banyak toleransi. Dan tentunya, cinta yang melimpah ruah. Cinta. Kata yang sungguh klise, namun tanpanya, tak mungkin kami masih bersama hingga hari ini. Cinta. Semoga bisa kami miliki selama-lamanya.

Selusin Tahun

Dua belas tahun. Selama itu saya sudah menulis di blog ini. Menulis tanpa tema, tanpa tujuan, tanpa manfaat bagi orang lain selain untuk menuangkan isi pikiran saya yang seringnya juga tidak penting. Menulis dari sejak zaman blog belum booming, lalu di zaman di mana blog menjadi diari virtual dan bertukar kabar dengan teman serta bertegur sapa di kolom komentar, hingga saat blog menjadi semacam majalah online dengan foto ala katalog, dan saat ini, di mana sebagian besar blog sudah mati suri. Dan blog ini, tetap begini-begini saja. Tidak pernah merasa ingin mencari uang lewat blog. Lha wong isi blognya juga nggak penting. Nggak mencari kepopuleran, bahkan juga nggak mencari sahabat pena. Saya menulis karena ingin menulis saj. Karena ada yang ingin dituangkan. Kalau sedang tidak ingin ya tidak menulis. Selusin tahun, apa yang sudah saya tulis? Di blog ini, mungkin hampir tidak ada yang penting atau bermanfaat bagi pembacanya. Sebab saya menulis lebih sebagai refleksi dir

Berbagi, dan Pemalakan

Apa hubungan berbagi dengan palak memalak ya? Kedua anak saya yang sudah bersekolah memiliki karakternya masing-masing. Mbak Rocker adalah si gadis manis yang selalu berusaha menyenangkan teman, senang berkenalan dan memiliki teman baru, namun di sisi lain, dia si introvert yang sering merasa lebih nyaman bermain dan makan siang sendiri daripada bergerombol dengan teman. Juga, dia si anak patuh yang selalu melapor pada guru atau pihak yang berwenang jika melihat temannya melakukan sesuatu yang dirasa salah. Si Racun Api, di lain pihak, adalah si bad boy  yang populer dan selalu dikelilingi teman dan pengagum yang ingin main dengannya. Dia terkadang ringan tangan dan menggunakan fisik terlalu keras saat bermain, namun teman-temannya selalu menyukainya. Saya pikir, kedua anak saya tidak rentan menjadi korban bullying atau perundungan, bahkan saya cenderung kuatir si Racun Api akan menjadi si perundung, namun saya salah. Beberapa hari yang lalu ketika mengobrol santai dengan Mbak

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan

Berada di Puncak

Sekitar dua bulan yang lalu saya membaca tulisan di atas dari status WA seorang teman lama. Saya merenung lama dan  walaupun sudah lama saya mengesampingkan karir demi bisa berada di sisi anak-anak, isi tulisan tersebut membuat saya tersenyum. Kenapa? Sebab selama ini saya tidak pernah merasa 'sukses' dalam karir. Tidak pernah merasa di puncak, sebab mungkin posisi saat ini memang masih di dasar piramida. Namun membaca cara orang lain mendefinisikan 'puncak' sungguh mencerahkan. Puncak tidak selalu harus berada di pucuk pimpinan atau posisi penting lainnya. Mungkin selama saya bahagia dan merasa memiliki segalanya dalam hidup ini, saat itulah saya sudah di puncak. Mungkin puncak saya 'cuma segini', tidak ada tempat yang lebih tinggi lagi untuk didaki, dan tentu saja itu tidak apa. Mungkin, atau mungkin juga tidak. Sebagaimana manusia mendefinisikan bahagia, mungkin puncak karir juga bisa dimaknai kembali.

there are no grownups

Esai yang sangat mengesankan dari Pamela Druckerman tentang usia kepala empat. Seperti biasa esai-esai Pamela selalu jujur, menohok dan membuat kita menertawakan diri sendiri. Dalam buku ini Pamela membicarakan tentang menginjak usia empat puluh: kemudaan yang hilang, karir yang (harusnya) berada di puncak, kedewasaan, kematangan emosi, hubungan seksual (termasuk satu sesi pendek tentang threesome yang mindblowing banget membacanya!). Membaca buku ini membuat saya makin ingin menikmati usia 30-an sebelum usia kepala empat datang tanpa terasa. Dan saya yakin saat itu akan datang lebih cepat dari yang kita duga. Cheers@ 

tv personality i love

I know that they're one hundred percent fictional, but I can't help loving them all... Jane Rizolli, Rizolli and Isles She's strong, stubborn, smart, and sarcastic. And she will do anything for those she loves. (Not to mention she's very pretty yet athlethic, means basically who I want to be if I was a cop) Jessica Huang, Fresh Off The Boat She's my #momgoals.  Martin Riggs, Lethal Weapon Sometimes what looks like a terrible mess is actually a terriffic man. He has everything I love, and I get why all those girls fell for him. He's a true keeper. Camille Engelson, Stitcher She doesn't quite get the credit (or attention) that she deserves, but she's a true rockstar. A feminist rockstar. Kimball Cho, The Mentalist Patrick Jane can barely get into his coolness (and cynical palm face). even he almost oushine the real mentalist. Tracy McConnell, How I Met Your Mother She's what my dreams are made of. My

Traveling with (3) Kids

Karena frekuensi bepergian dengan membawa tiga orang anak ini sudah saya lakukan lebih dari sepuluh kali, dengan media darat laut dan udara, dan pernah saya lakukan baik sendiri maupun berdua suami, rasanya saya cukup layak dan berkualifikasi untuk membagi kisah dan mungkin tips tentang bepergian bersama tiga anak. Traveling adalah salah satu pengisi libur favorit saya sejak sebelum bertemu Mr Defender. Dulu saya suka naik gunung dan suka membolang ke kota asing. Sejak punya anak, frekuensi traveling saya berkurang jauh. Sebaliknya, Mr Defender sebenarnya tidak terlalu suka traveling, tapi dituntut untuk sering bepergian demi urusan pekerjaan.  Sejak punya anak, kami melakukan perjalanan besar atau jarak jauh 2-3 kali setahun. Sisanya perjalanan pendek ke kota-kota di sekitar yang bisa ditempuh kurang dari empat jam dengan kapal atau kurang dari dua jam dengan pesawat. Karena seringnya Mr Defender dinas keluar kota, seringkali pilihan traveling yang paling memungkinkan bagi

Cultivating Myself

I want to cultivate myself the same way I cultivate my plant. With love, that is. Taking care of myself. Inside and out. Grooming myself. Taking time for myself. Loving myself. Putting myself first, sometimes. Not because I care less about those I loved, but because I too need to be loved and taken care by myself. Especially by myself. I'd love to say to myself, I love you and I want to really mean it. I'm done looking at the mirror with hatred. Or crying with no reason in the middle of the night, suffocating because I no longer know how I am. I'm done feeling guilty just because I carved time for myself. I want to reknow myself. To find myself and fall in love with her once again. To see her smile again. Hear her laugh again. To see her stand tall. Alive.

Jodoh Pasti Tekan, Rezeki Ora Kijolan

Jalani saja hidup ini. Semua sudah digariskan. Kadang ada banyak hal yang membuat kita mempertanyakan keadilan Tuhan, bahkan sedari dulu kita kecil. Semisal kenapa si X yang nakal itu selalu dibelikan semua mainan baru yang mahal banget sama ayahnya. Lalu ketika mulai puber, kenapa si C selalu dapat pacar cowok paling keren di sekolah padahal dia bitchy abis. Kenapa si M nilai ujiannya bagus terus, IPK selalu allahuakbar padahal dia sama kayak kita, jalan dan nonton di malam ujian. Kenapa akhirnya si R yang player banget menikah dengan pria yang too good to be true. Kenapa L yang IPK nya pas pasan dapat kerjaan bagus di kantor impian. Kenapa U yang dapat promosi padahal kerjanya gitu gitu aja. Kenapa anaknya F selalu duluan di segala lini milestone. Dan seterusnya dan seterusnya. Yah, padahal katanya rezeki dan jodoh memang rahasia ilahi. Dan semesta punya cara kerjanya sendiri. Mungkin semua sudah ada hitung-hitungan koefisiennya sendiri yang tepat presisi dengan amal ibadah atau

Setahun

Selamat satu tahun, Dek Kwan Im. Baru setahun kau hadir dalam hidup kami, namun begitu banyak keceriaan yang kau bawa hingga tak bisa lagi kami bayangkan hidup tanpamu... senyummu, tawa kecilmu yang renyah, teriakanmu, rengekanmu, tangisanmu... Terima kasih atas setahun yang penuh berbagai cerita, semua pembelajaran yang kauberikan bagiku sebagai ibu, sebagai orangtua, sebagai manusia yang semoga lebih baik setiap harinya. Terima kasih atas warna warni yang kautorehkan setiap detik kita bersama. Semoga aku bisa menjadi yang terbaik bagimu. Mengantarkanmu menyambut dunia sebagai manusia yang utuh jiwanya, yang bahagia dan berakhlak mulia. Semoga ibumu ini bisa menatapmu mendewasa dan menaklukkan dunia. Aku mencintaimu, anakku. Semoga kau pun begitu.

Berebut Panggung

Beberapa bulan yang lalu, saya menghadiri sebuah acara pembentukan kelompok kerja yang sangat bergengsi dan cultured. Saya hadir atas ajakan seorang sahabat. Karena lingkaran pertemanan saya banyak beririsan, di sana saya bertemu dengan seorang teman lain yang juga akan dikukuhkan sebagai salah satu anggota kelompok tersebut. Si teman ini mengajak saya mengobrol dan tahulah saya bahwa ada beberapa sahabat saya yang lain yang tidak menghadiri acara ini padahal mereka juga seharusnya dilantik pada hari itu. Sepulang acara saya menghubungi sahabat-sahabat ini dan terlibatlah kami dalam diskusi panjang lebar. Sahabat saya ini, si idealis, dia menolak menghadiri acara tadi karena acaranya sudah dimanfaatkan sebagai agenda politik seorang caleg. Oh baiklah. Lalu sahabat yang lain bilang kalau dia malas karena acara itu diprakarsai oleh seorang tokoh yang selama ini mengklaim hasil kerja keras mereka sebagai relawan dan diakui sebagai pekerjaan bersama atas inisiatif dan binaannya. Si tokoh i

Selamat, Sahabatku

Selamat atas hari bahagiamu, sahabatku, walaupun aku tak bisa ada di sana. Kau teman terbaik yang bisa diberikan dunia. Kau selalu ada di sisiku saat suka dan duka walau jarak kita terpisah jauh. Kau menerimaku dalam segala keadaan, dan begitu pun aku padamu. Kau mendukungku dan aku pun begitu, selalu. Selalu aku berdoa agar semesta memberikanmu bidadari terbaiknya, menemani perjalananmu hingga ujung usia. Semoga engkau bahagia, hari ini dan seterusnya.

Bahas Bahasa

Karena tahun ini Mbak Rocker masuk sekolah yang menjadikan bahasa Mandarin sebagai salah satu bahasa dasarnya, maka mau tak mau dia harus belajar bahasa Mandarin sedikit-sedikit sebelum mulai sekolah. Mengapa? Karena sebagian besar calon teman sekolahnya sudah bisa bahasa Mandarin (karena banyak TK yang mengajarkan bahasa Mandarin di sini, atau karena memang sudah berbahasa Mandarin dari rumah). Dan karena sebagian besar tempat les Mandarin tidak menerima sistem belajar privat, semua tempat les baru akan buka bersamaan dengan tahun ajaran baru. Maka, akhirnya, Mbak Rocker belajar sendiri di rumah dengan bantuan ibu, youtube, buku-buku, flashcard, dan beberapa aplikasi. Mengapa belajar Mandarin nggak bisa dari buku atau flashcard aja? Karena intonasi yang beda membuat kata yang sama bisa berbeda makna. Duh, sejauh ini Mandarin ini bahasa paling ribet yang pernah saya pelajari (dan itu termasuk bahasa Jerman yang grammarnya kriting serta bahasa Jepang dengan katakana hiragana dan ka

Start Fresh, Everyday

Walaupun pertambahan usia yang kesekian mungkin tak ada artinya lagi untuk dirayakan, namun selalu ada banyak hal untuk disyukuri. Tahun ini saya memiliki keluarga yang lengkap di sisi saya di hari istimewa, mendapat kejutan dari sahabat terdekat dan teman-teman baru, dan bahkan memperoleh tiga kue ulangtahun dari mereka walaupun ulang tahun saya jatuh di hari libur. Alangkah banyak yang sudah terlewati, namun alangkah banyak juga mimpi yang belum diraih dan hal-hal yang masih ingin dilakukan. Namun biarlah hari ini cukup jadi pengingat agar saya selalu melangkah dengan semangat baru, setiap hari, karena setiap matahari terbit adalah harapan baru sekali lagi. Cheers!

Sister

Semoga kalian saling mencinta selamanya seperti Anna dan Elsa. Semoga kalian bisa menjadi saudara yang saling menjaga, sahabat yang berbagi gosip selebriti dan cerita pacar pertama, serta partner yang mendukung cita-cita satu sama lain. Semoga di tiap tahapan hidup kalian selalu ada untuk yang lainnya. Sisters, forever.

Siblings Love

Melihat Mbak Rocker, Si Racun Api dan Dek Kwan Im tumbuh bersama selaly membuat hati saya hangat. Walaupun memiliki tiga anak dengan rentang usia yang dekat membuat saya lelah jiwa raga dan hampir tidak punya waktu untuk diri sendiri, tetapi melihat mereka bertiga bermain bersama membuat saya mengerti kenapa orang jaman dulu senang punya banyak anak. Rumah yang ramai dengan celoteh anak-anak memang membuat hati terasa penuh. Keceriaan anak-anak rasanya menghapus lelah. Belum lagi jika kita melihat anak-anak kita saling menyayangi sebagai saudara, rasanya hati jadi tenteram. Melihat mereka tidak perlu main ke rumah tetangga untuk sekedar punya teman sepermainan, melihat mereka cukyp dengan satu sama lain tanpa mainan mahal atau jalan-jalan, rasanya hidup sudah sempurna. Mendengar mereka berceloteh dan tertawa sampai jauh malam membuat saya bersyukur, untunglah anak-anak punya saudara kandung, berbagi canda 24 jam. Ah, betapa berharganya saudara.

Treat Yourself

Selamat berhari kasih sayang, dan jangan lupa mencintai orang yang paling berharga: dirimu sendiri. Yang saya ingin lakukan untuk membahagiakan diri di saat yang spesial ini (walaupun setiap hari bisa menjadi sama spesialnya): Makan enak di restoran kesukaan dan memesan semua menu favorit (atau memasak resep rumit yang sudah lama ingin dicoba dan menikmatinya pelan-pelan) Melakukan perawatan tubuh, wajah, atau rambut di salon (atau mandi lulur dan creambath lalu facial di rumah dilanjutkan dengan menjalankan 10 step Korean skincare tanpa diganggu) Membeli cokelat mahal dan menikmati satu boksnya sendiri (atau membuat kue anti gagal kesukaan kita) Membeli seikat bunga sungguhan di florist hanya untuk kita sendiri (atau berkebun dan memotong beberapa bunga segar untuk mengisi vas) Menonton marathon film favorit atau serial kesukaan Menikmati secangkir kopi dan sepotong roti di kafe favorit Jalan-jalan tanpa tujuan

kids are not mini me

Kadang saya pengen menyuruh Mbak Rocker dan si Racun Api ini itu: main drum, les piano, belajar bahasa Prancis, main grolier, main sama si A yang orang tuanya cool dan cocok sama kita, pake baju monokrom yang skandinavian... Lalu pada kenyataannya Mbak Rocker suka drumband, pengen ikut taekwondo, maunya main barbie terus, si Racun Api malah ga minat ngapa-ngapain, mainnya sama siapa aja yang dia mau dan tentunya pake baju gambar Frozen dan Ultraman dong. Beda jauh banget banget dengan gambaran ideal di kepala saya tentang bagaimana seharusnya anak saya berpakaian dan bertingkah laku? Pastinya sih. Kecewa? Nggak juga... yah mungkin ada kali ya sedikit perasaan kenapa anak gue nggak kalcer amat sih hahaha... tapi namanya juga anak ya. Lagian anak kan bukan miniatur diri kita yang segala minatnya harus mencerminkan kemauan kita. Jadi kepikiran perasaan orang tua yang anaknya memilih hal yang beda banget dengan yang mereka mau. Profesor Hakam Modjo misalnya, mungkin dulu dia juga pengen

Crazy Rich Asian

Liburan akhir tahun ini saya berhasil menyisihkan waktu untuk membaca ketiga seri Crazy Rich Asian sampai selesai. Bukunya ringan, chic lit, beach read, you name it . Lumayan menghibur dan ditulis dengan riset dan pengetahuan yang memadai tentang kaum jet set Hongkong dan Singapura. Cocok banget untuk bacaan nggak mikir, deh, if you found yourself having too much time on hand.