Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2019

Tunggulah

hari itu ku mengingat hari ini saat tebak yakinku ini pasti terjadi hari di mana tanah langit juga samudra kabut pagi menyaksikanku merekalah saksi menyaksikanku mati (Akulah Ibumu, FSTVLST) Beberapa hari yang lalu dunia, khususnya para penggemar KPop dikagetkan dengan meninggalnya Goo Hara, setelah selang sebulan sebelumnya Choi Jinri atau Sulli juga mengakhiri hidupnya. Banyaknya kasus bunuh diri di kalangan KPop Idol memang membuat kabar seperti ini seakan hanya another suicide on the news , tetapi mereka yang merasa dekat dengan idolanya pasti akan terguncang, seperti para penggemar musik pop 80-an merasa sedih saat Michael Jackson meninggal. Bagi saya yang bukan penikmat KPop, berita ini juga menyisakan selarik perih lebih karena penyebab meninggalnya Goo Hara (dan Sulli dan banyak KPop idols lainnya). Ditinggalkan seseorang karena bunuh diri berbeda dengan ditinggalkan karena usia tua, sakit, bahkan kecelakaan mendadak. You just can't easily recover f

Snowflakes

Are you raising snowflakes?  Snowflakes kids, millenial snowflakes ... keluhan yang sering kita dengar sekarang ini tentang generasi muda zaman sekarang. Banyak teman saya yang sering mengeluhkan anak-anak fresh graduate  di kantor mereka yang mirip-mirip sindiran Kaka dan Bimbim di Mars Slankers: tahu sedikit ngakunya sudah paham, kerja sedikit maunya kelihatan. Belum lagi kabarnya mereka mudah sekali terluka harga dirinya jika hasil kerja atau karyanya kurang dihargai, tidak bisa menerima masukan, dan menganggap semua kritikan profesional secara pribadi alias baperan. Intinya, they are snowflakes, mudah ambyar. Tentu saja tidak semua millenial begitu ya. Tetapi yang namanya stereotip juga tidak muncul dengan sendirinya. Mungkin inilah saatnya introspeksi diri, mengapa generasi muda sekarang disebut snowflakes? Dan bagaimana kita sendiri sebagai orangtua? Apakah juga akan membesarkan snowflakes lainnya? Sebagian besar dari generasi saya saat ini, dan juga generasi yang menjadi oran

Decluttering, Lagi dan Lagi

Tiga bulan yang lalu, kami sekeluarga pindah tempat tinggal ke sisi lain kota supaya lebih dekat dengan kantor baru dan sekolah anak-anak. Keputusan itu kami ambil setelah sebulan lamanya menempuh perjalanan yang melelahkan setiap hari untuk mengantar jemput anak-anak dan ke kantor. Senangnya, kami tidak butuh waktu lama untuk mencari rumah sewa yang sesuai dengan keinginan kami di lokasi yang kami incar. Yang susah adalah proses pindahannya. Tidak ada yang pernah simpel dari proses pindah rumah, walaupun kami sudah sering menjalani proses ini: pindah keluar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Tetap saja pindahan itu makan waktu, energi dan tentu saja biaya. Satu hal yang kami pelajari setelah berkali-kali pindah rumah adalah: pindahan itu lebih simpel jika kita tidak punya terlalu banyak barang. Seperti Fumio Sasaki yang seisi apartemennya bisa dikemas dalam dua puluh menit saja. Tentu saja ini tidak berarti kami akan hidup benar-benar alakadarnya tanpa membeli perabota