Skip to main content

Posts

Showing posts from June, 2011

Kuberikan Berpuluh Tangkai Fuchsia Scarlet*

gambar dari sini Semua terserah padamu, aku begini adanya, Kuhormati keputusanmu, apa pun yang akan kau katakan. (Broery Marantika) Semua orang punya masa lalu. Seperti Neruda, aku tidak akan cemburu dengan apa pun yang datang sebelum aku. Datanglah dengan sepuluh nama yang telah terhapus di dinding hatimu, datanglah dengan seratus kisah yang telah kaututup lembarannya, datanglah dengan sejuta cap 'I was here' milik orang lain di seluruh tubuhmu, datanglah dengan apa saja dari masa lalumu.  Semua orang juga punya latar belakang. Sesuatu yang bukan tanggungjawabmu, sesuatu yang sudah menjadi takdirmu dan tidak ada yang bisa kaulakukan untuk mengubahnya. Apakah aku harus marah? Dari mana pun engkau datang, bagaimana Tuhan menginginkan engkau diciptakan, bukanlah kewajibanmu untuk menentukan, dan jelas bukan hakku untuk menghakimi. Bagiku, engkau tetap orang yang sama. Dan kini semua kukatakan padamu, agar jangan ada dusta di antara kita kasih. (Broe

Jakarta

gambar dari sini Saya, selalu ada hati pada Jakarta. Walaupun agak malas membayangkan bekerja di sana dengan segala kemacetan dan kesemrawutannya, namun Jakarta sudah menjadi rumah saya selama hampir tujuh tahun. Saya suka sekali Jakarta, bukan karena mal dan gedung pencakar langitnya, tapi karena  stasiun-stasiun lama, bangunan-bangunan tua, gedung-gedung antik dan sejarah yang dimilikinya. Saya dulu waktu masih jaman kuliah semester tiga, senang sekali pergi ke Mangga Dua naik kereta sampai Kota. Di setiap stasiun, di sepanjang jalan, saya selalu membayangkan kisah-kisah yang terjadi di daerah yang saya lewati. Karet misalnya. Dulu tempat itu merupakan tempat tinggal seorang Tionghoa yang kaya raya dan baik hati. Tanah Kusir merupakan tempat tinggal kusir-kusir delman. Kebayoran Baru. Kebayoran Lama. Tanah Abang. Saya selalu membayangkan kisah-kisah orang-orang jaman dulu, santri-santri yang belajar silat di jaman kolonial,  perkebunan-perkebunan yang luas milik tuan tanah Bel

Because You're Amazing Just The Way You Are

Kepada Mr Defender. Aku cinta kamu, tahu. Aku cinta kamu. Menurutmu aku cerewet bertanya dan mengingatkan kamu makan dan istirahat seakan-akan kamu ini anak kecil. Percayalah, aku tahu dan membaca semua teori yang bilang kalau terlalu perhatian pada pria akan membuat pria itu lari. Tapi aku tetap melakukannya karena aku tahu kamu bakalan migren seharian kalau telat makan. Aku cinta kamu. Aku tahu aku membuatmu kesal dengan bilang 'ih iri deh Yella dibikinin lampion cinta sama pacarnya' atau 'Andi so sweet banget deh kalau lagi naksir cewek'. Percayalah aku tidak sedang membandingkan. Aku justru ingin kamu tahu bahwa kamu sangat berarti buat aku, sampai-sampai aku tetap mencintaimu meskipun nggak pernah dikasih kejutan atau kata-kata romantis, hehehe. Aku cinta kamu. Aku selalu bercerita tentang siapalah cowok yang memberiku email-email manis dan sms-sms yang penuh perhatian. Percayalah aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku cuma ingin menunjukkan bahw

rintik pertama

gambar dari sini Pada suatu kemarau yang sangat panjang, Bumi menulis surat kepada Hujan. Apa kabar, ia bertanya. Tak ada jawaban dari Hujan. Seminggu kemudian, Bumi menulis lagi. Di awal musim, apel-apel meranum. Mereka matang sempurna karena cukup panas matahari. Anak-anak bermain layangan dengan riang setiap hari tanpa khawatir petir. Jadi, tenanglah menyelesaikan apa pun urusanmu di sana. Masih tetap tanpa jawaban. Bumi menulis lagi, terus dan terus. Langit begitu biru dan cerah. Jajanan tukang es laku keras. Pantai-pantai selalu dipenuhi turis. Ia menceritakan semuanya dengan ceria. Tak lupa dibubuhi ikon senyum paling manis dan sebentuk kecup dari bibirnya yang memerah karena terlalu banyak makan stroberi. Tapi ia juga menulis, sekarang anak-anak kecil kangen berhujan-hujan. Mereka bertanya kapan mereka bisa menghanyutkan perahu kertas di selokan. Dan para petani ingin mulai menanam padi. Akan menyenangkan sekali kalau engkau bisa datang. Bumi tidak menunggu j

Jalan-jalan yang Bersimpangan

gambar dari sini Waktu itu zaman peralihan antara Mr Backpack dengan Mr Mountainbike. Saya memang perempuan egois. Apakah waktu itu Mr Defender menyadarinya? Saya bertemu dengan Mr Defender saat hati saya sedang berada di titik beku. Setelah hubungan saya dengan Mr Backpack jatuh suhunya ke titik minus, saya dan Mr Backpack seperti selembar tiket kereta eksekutif yang bertanggal hari kemarin. Mahal, tapi sudah tak berguna. Dan tak bisa direfund. Begitulah kami. Segala yang sudah kami perjuangkan dari banyak hal, ternyata berakhir karena kami sendiri. Karena saya tidak sabar dalam penantian yang seringkali menenggelamkan harap. Karena Mr Backpack terlalu hati-hati sehingga saya bosan dengan perjalanan yang begitu datar. Karena segalanya mulai berjarak, bukan hanya tubuh tapi juga perasaan kami. Saya semakin sulit untuk terdengar riang di telepon. Mr Backpack kehabisan cerita, atau mungkin enggan menceritakan ke mana saja dia membawa bacpacknya. Lalu hari itu datang. Sa

Pedometer

Minggu lalu, saya membeli pedometer. Buat yang belum tahu, pedometer itu alat yang dipakai buat ngitung langkah kaki kita. Biasanya pedometer bentuknya digital, tapi saya beli yang manual, bentuknya seperti bel sepeda. Setiap kali saya berjalan, saya pencet pedometernya, dan karene pedometernya manual seperti cap penanda hari tanggal bulan tahun itu, setiap kali melangkah saya akan meninggalkan bunyi berisik 'ctik ctik'. Nah, karena saya terobsesi dengan iklan Anlene jalan sepuluh ribu langkah sehari, saya jadi agak berlebihan dengan si pedometer. Misalnya, saya jadi selalu mengambil jalan alternatif yang lebih jauh. Trus saya jadi sangat rajin beredar di kantor, memfotokopi, mengantar surat ke ruangan lain (yang biasanya males-malesan) sekarang dilakukan penuh semangat. Beli apa-apa nggak minta tolong office boy lagi. Kalau mau pergi ke suatu tempat dan ada barang yang ketinggalan sehingga saya harus balik lagi, saya bukannya menggerutu tapi malah bahagia karena ada kes

Di Antara Wajan dan Ulekan

gambar dari sini Memasak bagi saya adalah terapi. Ada yang tersembuhkan dalam diri saya setiap kali mengiris bawang, mencincang daging, memisahkan daun-daun bayam dari batangnya. Ada kebahagiaan kanak-kanak yang mungkin tidak dimengerti orang lain ketika saya menemukan tomat segar di pasar. Ada percakapan dalam bahasa yang hanya saya dan pisau bergagang coklat itu yang mengerti. Banyak wajah yang terbayang ketika saya mengupas wortel atau mengaduk santan agar mendidihnya bagus. Banyak kenangan yang datang, dalam lamunan kosong ketika sendirian menyiapkan makan malam. Ada yang legit seperti kolak pisang, ketika saya mengingat keceriaan bersama teman-teman. Ada yang begitu manis namun menyisakan ngilu di gigi saat kenangan tentang para Mr He Was melintas. Ada yang mengental bak kuah capcay, seperti kerinduan untuk pulang. Ada yang pedas, yang menghangatkan seperti wedang jahe yang menyentuh tenggorokan. Kesalahan-kesalahan yang saya buat di masa lalu, penyesalan-penyesalan ak

Ayah

gambar ayah dan adik saya pada liburan akhir tahun 2008 Senin kemarin saya pergi karaoke dengan teman-teman kos. Malam itu yang ikut cuma empat orang (kami berempat penggemar karaoke sejati yang selalu ikut acara senang-senang ini, yang lain sih cuma figuran hehehe). Biasanya acara karaoke kami seru karena masing-masing punya selera lagu karaoke yang berbeda. Deni si macho anggota tim basket universitas, entah kenapa suka sekali lagu India (korban Briptu Norman dia) dan lagu-lagu galau menyayat hati (setiap kami karaoke dia selalu menyanyikan Bukan Dia Tapi Aku-nya Judika). April si ibu guru (yang bersuara paling bagus di antara kami semua) sukanya lagu-lagu yang butuh skill kayak lagunya Celine Dion atau Whitney Houston (pintar ya dia, dengan demikian dia akan nyanyi sendiri, nggak ada yang nimbrung, minder soalnya). Vina, sukanya nyanyi lagu-lagu Top40 saat ini dan...jengjengjeng... lagu dangdut koplo! Saya? Karena suara yang standar dan tanpa skill, nyanyinya lagu-lagu im