Kata mereka, engkaulah gerbang khayangan yang sesungguhnya. Mungkin mereka benar, sebab kaki-kakiku selalu merasa gentar, di hadapanmu. Kau satu dari yang sembilan, suci, sebagaimana seharusnya, pintu gerbang dewa dewi. Sepanjang jalan terus kaukejutkan aku, dengan sisa-sisa keindahan purbakala, dan senyumanmu yang magis. Kaubelai aku dengan angin lembutmu yang misterius, sayu, pilu. Kautaklukkan sisa-sisa keangkuhanku, berdiri aku menatapmu, bertanya, masihkah kaukenali dirimu, anakku.