Skip to main content

Yes I Remember

Seseorang yang dulu pernah sangat istimewa memberi saya sebuah kabar bahagia. Saya ikut bahagia, serius. Saya menangis di telepon, namun sungguh saya merasa bahagia untuknya. I loved him, I still love him and he will always has a special place in my heart, tapi saya merasa senang bahwa akhirnya dia menemukan orang lain yang layak menerima cintanya dan menghabiskan hidup bersamanya. 

Seusai telepon itu saya tersenyum mengingat semua kebersamaan kami, bicara tentang apa saja, berdua bersisian, kadang tidak bicara namun dia selalu bisa membuat saya tenang, damai, adem, ces. Dia punya kualitas yang jarang dimiliki laki-laki lain yang saya kenal. Dia ngemong, dia baik, dia perhatian, kepada siapa saja.

Saya merasa beruntung pernah mengenal, menyayangi, dan disayangi olehnya.


Saya punya satu memori indah tentangnya, suatu malam di Bogor yang dingin. Saat itu pendakian baru saja usai dan setelah perjalanan yang manis dan menyenangkan sepanjang Puncak Pass, kami berdua makan soto panas di dekat masjid, kami bicara, saya tertawa, dia bercerita, saya memutar lagu Mocca di mp3 player. 

on the night like this, there's so many things I wanna tell you.
on the night like this, there's so many things I wanna show you.
cause when you're around, I feel safe and warm.
cause when you're around I can fall in love everyday...
on the night like this, there're a thousand good reasons.
I want you to stay.

Malam itu hangat dan indah. Kami menghabiskan sisa malam itu berbaring di bawah langit, saya menatap punggungnya, saya merasa bahagia.

And that will always be one of my most treasured memories.

Selamat berlayar di kehidupan baru dan doaku selalu bersamamu. Be happy, make somebody else happy, and live with all the love we could never had. i'm happy for you.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku