Skip to main content

Cinta Itu...


Mencoba naik bis kota lagi setelah sekian lama. Naik dari ujung ke ujung, berhenti di Blok M lalu balik lagi. Keliling kota murah. Di Blok M berhenti beli minum dan gorengan buat dimakan di perjalanan pulang.

Sepanjang perjalanan Bintaro-Blok M lewat Ulujami, Ciledug, Kebayoran Lama, Mayestik, Bulugan, Barito, saya mendengarkan playlist dari hape. Persis kayak jaman awal kuliah dulu saya juga sering naik bis kota sampai mentok sambil dengerin mp3 player.

Cuaca lagi menyenangkan hari itu, mendung, gerimis, tapi nggak hujan deras. Jalanan juga nggak macet. Pokoknya memang pas banget buat keliling kota tanpa tujuan jelas.

Dari balik jendela kopaja saya melihat berbagai macam hal. Sepasang anak kuliahan di atas motor, dengan tas punggung dan buku-buku tebal di tangan si cewek, mengobrol sambil terkadang tertawa kecil. Seorang ibu dan anak berseragam SD berteduh di halte, si anak minum es cendol dari plastik. Sebuah movil VW tua dengan jendela mobil transparan sehingga saya bisa lihat isinya, lima orang anak muda mengobrol dengan bahagia. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan ke Bandung untuk berakhir pekan. Atau menuju konser band kesayangan. Atau sekedar mau hang out di mal.

Sewaktu terkena kemacetan di Bulungan mata saya menangkap di sebuah kafetaria, seorang perempuan sedang sendirian membaca buku sambil menyesap minuman entah apa. Mungkin kopi atau coklat panas. Mungkin teh chamomile.

Di Mayestik, di pinggir jalan saya melihat tiga perempuan dewasa muda, menunggu bis kota dengan plastik berisi bahan kebaya. Mungkin mereka berdua membantu sahabatnya memilih brokat untuk pesta pernikahan. Dan ketika kopaja berbelok memasuki terminal Blok M, saya melihat lebih banyak orang, ada seorang ibu setengah baya dan anak gadisnya, menunggu bis di jalur dua, tangan mereka penuh belanjaan. Ada keluarga muda dengan dua anak, si anak menunjuk-nunjuk plang KFC. Mungkin mereka mau makan.

Sambil melamun dan membayangkan berbagai macam hal yang saya lihat dan mereka-reka sendiri cerita di kepala saya, hati saya terasa hangat. Ke mana pun saya memandang, saya merasa melihat cinta dalam berbagai wujud. Cinta pada pasangan, anak, keluarga, teman, sahabat, diri sendiri... Ah, cinta itu indah. Hidup itu indah.

Saya harus lebih sering berjalan-jalan.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku