Dulu saya selalu merasa bahwa saya anak yang istimewa. Biasalah, saya anak yang dibesarkan oleh bapak dan ibu yang menaruh harapan besar untuk anaknya, dan mereka mendidik saya dengan mempercayai hal itu. Saya jadi terpapar oleh banyak pengetahuan sedari kecil, ikut berbagai lomba dari balita, bisa membaca di umur tiga tahun, dan secara umum selalu dituntut untuk menjadi yang terbaik di segala bidang. Mulai dari lomba balita sehat sampai menghafal nama menteri, saya wajib ikut dan dapat juara. Mirip-mirip seperti kisah di Hymn Battle of A Tiger Mom, bagi bapak ibu saya, saya harus jadi yang terbaik di semua kelas kecuali olahraga dan seni. Dan ketika saya sebut 'tidak harus jadi yang terbaik' di sini, artinya bukan kartu free pass boleh nggak ikut lho. Saya tetap harus ikut sanggar tari, ikut main badminton dan voli. Saya cuma diberikan 'pemakluman' kalau nggak harus jadi juara tari, nggak harus ikut kejuaraan badminton (yang saya juga nggak bakat) tapi harus tetap...