Skip to main content

Gilmore Girls


Saya habis marathon nonton ulang DVD Gilmore Girls dari season awal sampai habis, hahaha. Nganggur banget ya, namanya juga nungguin sidang skripsi. Semuanya sudah beres, mau ngapain lagi kan. Daripada deg-degan trus kalut nggak jelas, atau daripada jalan keluyuran terus ujungnya belanja kan.

Anyway, saya suka banget sama serial ini sejak diputar di TV pas SMA dulu. Dulu saya selalu merasa relate sama Rory, kebetulan juga saya baru masuk SMA terus mengalami masa sulit persis kayak Rory. Saya dulu suka merasa jalan hidup saya mirip sama Rory dan saya banyak belajar dari Rory bagaimana menghadapi teman di SMA yang nggak selalu menyenangkan, punya sahabat sejati yang nggak mainstream, membalas dendam dengan cara terbaik: berprestasi. I so adore Rory!

Sekarang saya nonton lagi Rory nya sudah kuliah, dan saya merasa juga bisa relate sama perjalanan Rory: jatuh cinta sama Dean the gentleman, cheat sama Jess the bad boy, keterima di Harvard tapi memilih masuk Yale, persahabatannya sama Paris yang awalnya musuhan, berhubungan sama Dean lagi, ketemu Logan, disukai sama sahabat sendiri, menemukan passion... Rory sure has an interesting life.

Saya nggak suka season enam karena kayaknya Rory jadi sangat berubah, cerita jadi aneh dan Rory melakukan hal-hal yang nggak Rory banget. Memang sih orang bisa berkembang dan berubah, tapi kayaknya itu faktor karena yang bikin season enam bukan Amy Sherman Palladino yang melahirkan Gilmore Girls, makanya dia bisa bikin plot yang nggak masuk akal buat saya. Rada kecewa sih sebenarnya, hahaha.

Anehnya sekarang saya juga merasa relate sama karakter Lorelai. Carefree, tangguh, easygoing, tahu apa yang dimau dalam hidup. Apa karena usia saya udah makin tua jadi relate nya sama tokoh ibu-ibu? She's a badass mom. Kalau udah punya anak nanti pengen kayak Lorelai: cool, dekat sama anak, bisa mengerti anaknya dan nggak berubah jadi emak-emak.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...