Skip to main content

Ibu Baru


Jadi ibu baru itu... Rasanya tak terlukiskan. Ya senang pastinya, ya rempong, ya panik, campur aduk. Belum lagi kewalahan dengan segala komentar dan nasihat dari orang sekitar, harus ini harus itu... Kalau didengar dan dituruti semua bisa pecah kepala.

Saya sendiri karena kebetulan lahiran tanpa didampingi ibu saya, nggak merasakan diceramahi tentang cara mengasuh bayi. Ada ibu mertua sih di rumah cuma beliau nggak banyak ikut cawe-cawe ngurusin saya merawat anak, katanya beliau dulu pas lahiran juga banyak dipegang sama yangti anaknya, karena anak pertama belum pengalaman kata yangti. Sayangnya anaknya ibu mertua saya cuma satu, jadilah beliau nggak berkesempatan merawat bayi newborn sendiri.

Apapun itu, saya bersyukur diberi kesempatan merawat Mbak Rocker se'mau' saya.

Karena masih cuti lahiran saya mengurus Mbak Rocker sepenuhnya, pagi dia bangunnya selalu jam enam pagi. Biasanya sebelum dia bangun saya sudah mandi wangi agar mood juga baik, saya siapkan air hangatnya, begitu dia bangun langsung mandi pagi lalu menyusu dan tidur lagi. Setelah bangun dijemur sambil jalan pagi dan nyegat tukang sayur, pas jalan balik ke rumah biasanya dia sudah tertidur, lalu saya tinggal memasak dan nyuci pakaian kotor...

Bahagia rasanya menghabiskan waktu bersamanya, walaupun saya di rumah terus... Saya melakukan apapun saya mau, dan nggak melakukan apa yang sekiranya berat, terserah apa kata orang yang penting saya senang, Mbak Rocker sehat, Mr Defender nggak repot. Menjadi ibu baru itu sudah sulit, nggak usahlah dipersulit dengan mengikuti keinginan semua orang. Kita sebagai ibu pasti sudah punya insting mana yang harus dan tidak harus dilakukan. Tinggal ikuti naluri dan biarkan segalanya mengalir....

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...