Skip to main content

being underestimated is bless

Beberapa teman dekat saya suka nanya, kok kamu nggak masalah sih diremehkan orang lain? 

Hmm... gimana ya. Saya malah nggak pernah ngerasa tuh. Kan ada ya orang yang sebel kalau disangka miskin, disangka bodoh, disangka yang jelek-jelek lah yang nggak sesuai dengan kenyataan dirinya sesungguhnya. Dan itu wajar sih. Wajar juga kalau misalkan jadi pengen ngasih pembelaan dan klarifikasi tentang diri kita supaya nggak diremehin lagi. Misalkan saja, saat saya dikira lulusan SMA, mungkin refleks yang dianggap bagus adalah ngasih lihat ijazah master, hahahaha. Atau saat disangka ndeso dan nggak kalcer, kudu ngasih foto diri menatap lukisan Monalisa di Louvre atau pamerin koleksi musik kita yang sophisticated. Saat disangka miskin, kasih lihat saldo atm banking. Dan seterusnya.

Apa iya? Buat apa sih. Mungkin iya kita dapat kepuasan sesaat ya bikin si orang yang nyangka kita bodoh miskin jelek itu kaget ya. Tapi apa iya kita perlu menjelaskan diri kita, dari mana kita berasal sampai skor IeLTS kita kepada orang yang salah paham tadi?

Kalau saya sekarang sih, biarkan saja orang menilai kita seperti apa yang dia mau. Seperti apa yang tampak di mata dia. Nggak perlu sedih atau kecil hati saat kita diremehkan orang. Kayak misalkan tadi, misalkan bos lupa atau nggak ngeh saya berkualifikasi master trus ngasih kerjaan remeh temeh fotokopi atau sekalian bikin teh, ya udah sih, jalani aja. Toh kan tetap digaji dan malah bikin otak awet karena nggak dipakai ya, ya kali mahal kalau diloakin ke tukang nasi padang. Misalkan disangka miskin trus ga diajak kumpul sama mereka yang ngerasa lebih kaya, yaudah alhamdulillah berarti bisa nemu teman yang nggak memandang dari kekayaan. Dianggap nggak kalcer? Ah ini sih saya lebih nggak peduli lagi karena saya kan menikmati apa pun itu musik film buku dan seni untuk diri saya bukan buat keren kerenan atau dilihat orang lain. Dianggap kafir dan sesat? Ah, ya biar, kan kenyataannya begitu. Kalaupun nanti kita ada rezeki masuk surga duluan daripada dia ya salamin aja, assalamualaikum ya akhi ya ukhti, salam salam ya saudaraku...

Justru karena diremehkan kita jadi belajar buat gak sombong. Buat biasa aja bersikap. Belajar hormat dan menghargai orang lain. Dan justru karena di underestimate itu kita jadi nggak dituntut buat yang ekstra. Misal dikasih target 6 trus kita kasih 7 orang udah happy. Padahal kalau mereka menarget 8 atau 9 nanti dikasih 7 pasti ngamuk. Iya kan?

Ibarat kata... tak apa jadi tim underdog... asal kita jadi kuda hitam yang bawa pulang piala dunia.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku