Skip to main content

Anakku, Aturanku

Saya selalu menganggap diri saya termasuk ibu yang santai soal anak-anak. Tidak harus no gulgar saat MPASI, tidak melarang anak saya main tanah, santai saat mereka main pasir di pantai atau main bersama anak lain di playground. Santai kalau misalnya main di rumah teman lalu si teman memberikan Mbak Rocker cheetos atau oreo. Saya juga santai soal milestone dan tumbuh kembang anak, tidak terlalu mengikuti panduan babycenter anak segini harus sudah begini. Santai banget lah pokoknya.

Tapi... saya juga punya batasan-batasan yang tidak bisa ditawar soal mendidik mereka, khususnya masalah perilaku. Kalau di Bringing Up Bebe, mungkin ini yang saya sebut dengan cadre-nya anak-anak saya. Saya punya beberapa batasan yang ketat, namun segala hal di sekitarnya boleh longgar. Dan soal batasan-batasan ini, saya tidak bertoleransi.

Saya tidak membagi batasan ini dengan semua orang (kecuali ditanya). Dan saya rasa semua ibu pasti punya cadre-nya sendiri. Belum tentu ibu-ibu yang nampak posh dan super cool yang kita temui setiap hari di sekolah anak ternyata tidak keras kepada anak-anak saat di rumah. Belum tentu ibu yang mengijinkan anaknya makan ayam KFC tidak memberikan makanan sehat setiap hari. Tidak semua ibu punya aturan yang sama, namun semuanya pasti tetap punya aturan. Dan itu anak mereka, aturan mereka. Kita cuma orang luar, yang hanya melihat sekilas saja kehidupan mereka.


Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...