Skip to main content

Rehat

Setengah tahun ini, saya merasa luar biasa sibuk. Saya ingin punya lebih banyak waktu luang untuk keluarga dan anak-anak saya. Ingin menikmati dan menjalani hidup secara lebih perlahan. Kesibukan kantor dan perjalanan yang seakan tidak ada habisnya seringkali membuat saya merasa penat, ingin berhenti sesaat dan menghilang dari hiruk pikuk.

Minggu lalu kami berlibur seminggu di Jakarta untuk mengantar adik saya yang akan menjalani SM3T di Rajaampat. Sungguh melegakan bisa bersantai sebentar, dan terutama menghabiskan waktu bersama Mbak Rocker dan Racun Api. Saya bahkan bertemu lagi dengan beberapa sahabat lama di ibukota. Mbak Rocker banyak berenang, si Racun Api tak bosan main perosotan dan ayunan. Saya dan Mr Defender juga sangat menikmati waktu bersama yang jarang-jarang karena kesibukan kerja. Walaupun begitu kembali ke Tarakan, Mr Defender harus kembali bersiap pergi ke luar kota untuk penugasan lain.

Bulan depan, si Racun Api akan berulang tahun yang pertama. Sungguh hebat dia, sudah lancar berjalan kemana-mana dan bicara satu dua kata. Mimik, mimik. Mbak Rocker sangat senang bermain bersamanya, dan tak lupa sibuk mengatur, adik harus pakai baju ini, adik ayo kita baca buku ini. Setiap kali melihat mereka bermain bersama rasanya hati ini adem sekali. 

Saat saya menulis ini, Mr Defender sudah bersiap untuk pergi ke luar kota. Entah mengapa, seringnya berpisah untuk urusan pekerjaan tidak membuatnya menjadi lebih mudah. Saya tetap merasa berat sering-sering ditinggal berbulan-bulan, apalagi agenda kerjanya tahun ini padat banget... Dan saat Mr Defender agak senggang di bulan Juni atau Desember, biasanya justru beban pekerjaan saya sedang padat-padatnya. Rasanya capek, ingin rehat dan meluangkan sebulan saja untuk benar-benar bersantai, atau minimal bekerja di kantor saja tanpa perlu ditinggal keluar kota. Sekarang anak-anak sudah mulai mengerti jika bapaknya pergi, terutama Mbak Rocker sudah akan cerewet, bapak mau kemana? bapak kerja di nunu?

Semoga rehat cepat datang lagi!

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku