Skip to main content

my feel good movie: family

Keluarga adalah tema film favorit saya, bahkan lebih dari film action atau film romantis. Film keluarga juga paling bisa menghangatkan hati dan bikin saya menangis di tengah film dibanding saat nonton film lainnya.  Dan nonton film keluarga juga adalah salah satu date night in favorit saya!

Berikut ini referensi film dengan tema keluarga favorit saya (tentu saja, di dalamnya tidak akan ada The Parent Trap atau Lassie, ya :):

Everybody's Fine

Film tentang seorang duda kesepian yang merindukan empat anak kebanggaannya. Dia memutuskan melakukan perjalanan mengunjungi keempat anaknya dan kemudian menemukan berbagai fakta mengejutkan tentang anak-anak yang selama ini tidak diketahuinya: seorang pecandu, anak yang bercerai dari suaminya, anak yang tidak sesukses perkiraannya, seorang anak di luar nikah dan anak yang berubah orientasi seksual. Kemudian di penghujung perjalanan ia masih harus dikejutkan dengan kematian salah satu anaknya. Filmya mengaduk-aduk emosi dan mencerminkan sekali keluarga perkotaan zaman sekarang, namun dengan akhir yang haru, dan walaupun bittersweet, tetap saja pada akhirnya: everybody's fine.

It's Complicated

Film ini adalah antitesis dari The Parent Trap di mana secara mengejutkan, anak-anak dari keluarga yang bercerai menolak dengan keras kedua orangtuanya berhubungan kembali. Film ini manis banget, terutama setting-nya di dapur dan restoran yang bikin ngiler baik karena desain maupun makanannya, dan membuat kita berpikir kembali tentang hubungan suami, istri, dan anak-anak di usia yang tak lagi muda.


The Deep End of The Ocean

Kisah seorang ibu yang menemukan kembali anaknya yang hilang setelah sekian lama diculik. Ketika keluarga ini bertemu kembali, ternyata bukan reuni manis yang terjadi namun berbagai salah paham, penolakan, kesedihan, amarah dan patah hati berbagai pihak. Rasa cinta yang mendalam akhirnya membuat si ibu bisa melepaskan anaknya untuk kembali kepada keluarga yang disayanginya, dan justru saat itulah si anak hilang memilih untuk bersama keluarga kandungnya. Karena darah lebih kental dari air, Saudaraku!


People Like Us

Saat ayahnya meninggal, Sam Harper mengetahui bahwa dia punya adik tiri yang tak diketahuinya. Perjalanannya menemui dan mengenal adiknya yang alkoholik dan keponakan kecilnya membuat Sam mempertanyakan banyak hal tentang dirinya, keluarganya, serta pilihan hidup dan prioritasnya. Bukan film keluarga yang manis, namun membuat kita kembali ke dunia nyata dan mensyukuri apa yang masih kita punya.

The Blind Side

Film mengharukan tentang kisah nyata atlet football Michael Oher, seorang pemuda kulit hitam dengan lingkungan 'suram' yang ditemukan oleh keluarga Touhy yang membuka pintu rumah dan pintu hati mereka untuknya, dan mengantarkannya pada keberhasilan. Film ini benar-benar menghangatkan hati dan jika kisah ini tidak bisa membuka kebaikan di hati kita, saya tidak tahu lagi apa yang bisa.

Away We Go

Film tentang sepasang calon orang tua yang bepergian ke berbagai tempat untuk mencari rumah yang sesuai untuk membesarkan calon buah hati mereka. Berbagai macam peristiwa dan orang yang ditemui selama pencarian ini dan banyak percakapan mendalam tentang anak dan keluarga, tentang ketakutan menjadi orang tua dan mendewasa, semuanya sangat mengena buat saya.

Parental Guidance

Lucu, menghibur, dan menohok banget bagi para orangtua millenial yang pola pengasuhannya beda jauh dengan cara didik ayah-ibunya dulu. Saya ketawa banget sepanjang film karena sejujurnya pola parenting masa kini memang kadang berlebihan dan terlalu mejadikan anak sebagai raja.

Kramer vs Kramer

Kisah tentang pasangan Kramer yang memperebutkan hak asuh anak setelah bercerai. Sedih, bikin patah hati, dan tentu saja tidak berakhir bahagia, namun tetap punya banyak momen indah di dalamnya.

The Story of Us

Film sempurna tentang kejenuhan pasangan yang tetap mecoba tampil utuh dan bahagia demi anak-anaknya. Gambaran kisah sehari-hari di sekitar kita banget, dengan akhir yang tetap Hollywood (ya masa semua film di daftar ini sad ending semua ya kan...).

The Pursuit of Happyness

Diangkat dari kisah nyata Chris Gardner selama setahun hidupnya yang menyentuh dasar jurang: bangkrut, tunawisma, ditinggalkan istri, tanpa pekerjaan dan harus membesarkan anaknya sendirian. Kegigihan Chris dalam masa-masa suram sangat luar biasa, dan ketika akhirnya Chris berhasil sedikit demi sedikit membereskan kekacauan dalam hidupnya, saya pun menangis terharu saking bahagianya.

Saving Mr Banks

Film ini juga diangkat dari kisah nyata Walt Disney dan PL Travers, penulis cerita Mary Poppins. Film ini juga jauh dari manis, bahkan membuat saya berkali-kali menangis saking sedihnya melihat anak-anak Mr Banks. Dan setelah menonton film ini, tentu saja saya juga sedih sewaktu menonton Mary Poppins karena aslinya keluarga Mr Banks tidak seceria dan sebahagia itu. Film ini memberikan insight banget dan membuat saya menyadari tidak semua kisah kartun itu punya kisah manis sebagai inspirasinya.

Finding Neverland

Film tentang kisah JM Barrie sebelum menemukan inspirasinya untuk menulis Peter Pan. Setelah kegagalannya dalam berbagai pentas, Barrie mengenal Sylvia, seorang janda dan keempat anak lelakinya. Kedekatan mereka membuat Barrie bahagia dan menginspirasinya untuk menulis Peter Pan, walaupun ditentang oleh istri dan orang lain di dekatnya. Kisah cinta platonis yang mengharukan banget dan walaupun akhirnya tragis bagi Sylvia, namun bagi saya ini tetap kisah yang menghangatkan hati. Dan sekali lagi, tidak semua kisah kartun yang manis punya backstage stories yang indah =P

The Family Stone

Film tentang perbedaan dalam keluarga, dan membuat saya makin yakin bahwa jodoh nggak akan ke mana. Dan rumah setting film ini homey banget!

Cinderella Man

Diangkat dari kisah nyata petinju James J Braddock yang menempuh segala cara untuk menafkahi keluarganya. Walaupun banyak adegan yang bikin menutup mata atau memalingkan muka karena sadis berdarah-darah, tapi indah banget!

Hachiko

Dan... tentu saja daftar ini harus dipungkasi dengan film favorit saya sepanjang masa, yang membuat saya menangis berhari-hari setelah menontonnya. Semua sudah tahu lah ya kisah nyata Hachiko yang setia menunggu tuannya pulang di stasiun bahkan sampai bertahun-tahun setelah pemiliknya meninggal. Menyentuh dan mengharukan banget. Dan kalau kalian punya pasangan yang setianya kurang dari Hachiko, udah, tinggalin aja, masa kalah sama anjing?=D

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku