Skip to main content

kids are not mini me

Kadang saya pengen menyuruh Mbak Rocker dan si Racun Api ini itu: main drum, les piano, belajar bahasa Prancis, main grolier, main sama si A yang orang tuanya cool dan cocok sama kita, pake baju monokrom yang skandinavian... Lalu pada kenyataannya Mbak Rocker suka drumband, pengen ikut taekwondo, maunya main barbie terus, si Racun Api malah ga minat ngapa-ngapain, mainnya sama siapa aja yang dia mau dan tentunya pake baju gambar Frozen dan Ultraman dong. Beda jauh banget banget dengan gambaran ideal di kepala saya tentang bagaimana seharusnya anak saya berpakaian dan bertingkah laku? Pastinya sih. Kecewa? Nggak juga... yah mungkin ada kali ya sedikit perasaan kenapa anak gue nggak kalcer amat sih hahaha... tapi namanya juga anak ya. Lagian anak kan bukan miniatur diri kita yang segala minatnya harus mencerminkan kemauan kita.

Jadi kepikiran perasaan orang tua yang anaknya memilih hal yang beda banget dengan yang mereka mau. Profesor Hakam Modjo misalnya, mungkin dulu dia juga pengen Duta mengikuti jejaknya jadi akademisi dan bukannya vokalis band. Orangtua Katy Perry yang pendeta konon ingin dia jadi penyanyi gospel. Bu Ani Yudhoyono kabarnya kecewa waktu Agus Harimurti meninggalkan karir militernya untuk jadi politisi. Dan pasti banyak orangtua lain yang mengalami patah hati karena pilihan hidup anaknya. Berpindah agama. Menikahi pasangan yang tidak direstui. Berganti orientasi seksual.

Saya sendiri yang pernah sumpah darah untuk mendukung pilihan hidup anak-anak nantinya, eh kok sekarang suka kecewa sih kalau mereka lebih pilih kaos upin ipin bajakan dibanding limited edition Starwars? Jadi gimana ini? Hahaha. Berat ya cyin jadi orangtua, kadung ngerasa tau apa yang keren buat anak. Padahal bagi si anak ya kali dia suka Starwars. Kalau enggak?

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...