Beberapa bulan yang lalu, saya menghadiri sebuah acara pembentukan kelompok kerja yang sangat bergengsi dan cultured. Saya hadir atas ajakan seorang sahabat. Karena lingkaran pertemanan saya banyak beririsan, di sana saya bertemu dengan seorang teman lain yang juga akan dikukuhkan sebagai salah satu anggota kelompok tersebut. Si teman ini mengajak saya mengobrol dan tahulah saya bahwa ada beberapa sahabat saya yang lain yang tidak menghadiri acara ini padahal mereka juga seharusnya dilantik pada hari itu.
Sepulang acara saya menghubungi sahabat-sahabat ini dan terlibatlah kami dalam diskusi panjang lebar. Sahabat saya ini, si idealis, dia menolak menghadiri acara tadi karena acaranya sudah dimanfaatkan sebagai agenda politik seorang caleg. Oh baiklah. Lalu sahabat yang lain bilang kalau dia malas karena acara itu diprakarsai oleh seorang tokoh yang selama ini mengklaim hasil kerja keras mereka sebagai relawan dan diakui sebagai pekerjaan bersama atas inisiatif dan binaannya. Si tokoh ini sudah punya reputasi di kalangan cultured ini sehingga semua percaya bahwa kegiatan yang dilakukan sahabat saya dengan susah payah itu adalah prakarsa si tokoh ini.
Baiklah.... saya menarik nafas panjang. Saya baru tahu bahwa bahkan di dunia relawan pun ternyata orang masih saja berebut panggung. Orang-orang yang sama sama hebat dan sama sama punya tujuan mulia untuk mencerdaskan bangsa bisa terpecah karena berebut panggung, berebut jadi bintang yang disorot. Berebut pengakuan.
Lalu saya teringat Jokowi dan Prabowo.
Comments
Post a Comment