Skip to main content

Yang Baru di Tahun Baru

Bertambah tahun, bertambah apa?


Setelah menulis posting panjang yang lumayan membuat depresi di penghujung tahun, saatnya menyingkirkan semua perasaan yang buruk di tahun lalu, menyimpan semua yang manis-manis dan melihat ke depan. Walaupun, seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, saat ini 'ke depan' terasa sangat samar. Mau ke mana? Mau apa? Mau jadi apa?

Tahun 2020 mungkin akan menjadi tahun di mana kegalauan saya memuncak tentang arah kehidupan, hahaha. Saya punya hampir segalanya, numbers speaking. Bukan yang uangnya tak berseri juga sih, tapi cukup untuk hidup nyaman setelah bertahun-tahun menabung dan menunda banyak keinginan yang akan menghamburkan uang. Punya tabungan yang cukup untuk kuliah anak-anak di tempat yang saya mau (kalaupun nambah, ya seharusnya tidak banyak-banyak amat). Intinya, we are financially secure, at least according to my own targets. Tentunya di samping itu, banyak juga target hidup saya yang gagal dengan spektakuler, namun itu cerita untuk lain kali.

Anehnya, berada di posisi aman secara finansial untuk pertama kalinya ternyata tidak memberikan saya ketenangan hidup seperti yang saya kira sebelumnya. Merasa puas akan apa yang dicapai, iya, tapi tenang? As in content, peaceful? Not really. Yang ada saya merasa sedikit bingung karena tidak tahu selanjutnya mau mengejar apa. Dulu selalu ada nominal yang jadi tujuan, selalu ada cicilan untuk dilunasi atau aset yang ingin dibeli. Sekarang untuk pertama kali dalam hidup dewasa saya, saya tidak punya materi untuk dikejar. Dan saya menjadi kurang semangat. Sebab saya bukan tipe orang yang selalu ingin lebih, lebih, lebih just for the sake of having more. I always need a goal. Seperti misalkan mau nabung sekian untuk beli X. Mau ngumpulin sekian buat liburan ke B. Saya tidak bisa mengumpulkan uang membabi buta hanya supaya punya lebih banyak uang. It seems so numb, and maybe because it is.

Tentu saja masih banyak area dalam hidup yang bisa ditingkatkan selain soal uang semata. Misalkan lebih aktif menjadi relawan, belajar sesuatu yang baru, atau target yang selalu ada setiap tahun (dan selalu gagal): menjadi langsing dan fit kembali seperti masa gadis dulu supaya bisa mendaki Seven Summits. Tapi kenyataannya, well, target-target seperti di atas sangat kuantitatif dan susah diukur (bahkan mungkin mustahil dicapai) sehingga selama ini selalu saya samarkan dengan target lain yang dapat diukur dengan angka. Misalnya, uang. Mungkin karena itulah saya selalu fokus menabung, dibanding memenuhi hal-hal lain yang juga bisa memperkaya hidup. Mungkin karena saya merasa putus asa dalam hal lain lalu mengalihkan energi saya untuk hal yang di atas kertas bisa saya capai. Entahlah.

Jadi kembali ke baris pertama, bertambah tahun, (mau) bertambah apa? Embuh.

Comments

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku