Skip to main content

Fashion Blog


Lagi suka banget lihat blog-blog fashion kayak blognya diana rikasari, ribonny boo, glister and blister... Kalau yang blog luar suka banget strawberry koi, liebemarlene sama cupcakes and cashmere. Bagus-bagus ya bajunya, iriii... Hahaha. Yah selain fakta bahwa bajunya memang bagus kelihatannya karena yang pakai juga cantik sih.

I'm considering myself a shopaholic who loves fashion too, haha, narsis banget ya. Cuma kayaknya fashion is not my passion kayak mereka. Ya cuma sebatas suka aja.

Katanya sih kalau di luar negeri sana fashion blogger itu sudah mulai jadi profesi. Jadi kayak majalah gitu, kita dikirimin baju atau sepatu sama sponsor trus kita post di blog jadi banyak orang yang lihat trus tertarik buat beli. Semacam gitulah. Tentunya itu berlaku buat blog yang tenar ya, banyak yang buka jadi harapannya barang yang dipromosikan itu lakunya banyak juga.

Anyway, fashion blog juga bermanfaat banget buat kita cari inspirasi gaya. Kan jadi nggak perlu beli majalah lagi, apalagi mereka biasanya update harian, nggak kayak majalah yang harus nunggu seminggu atau bahkan sebulan kan.

Nah, saya jadi kepikiran, majalah fashion beneran bakal masih eksis nggak ya dengan serbuan para fashionista di dunia blog ini? Selama ini sih saya nggak pernah suka majalah fashion 'beneran' sih, maksudnya yang isinya melulu fashion semua kayak Cosmo atau Dewi gitu, saya nggak pernah beli. Saya dulu waktu SMA sukanya majalah Gadis dan sekarang berhubung bukan gadis lagi (udah dewasa maksudnya) saya bacanya 'kakak' si Gadis, Cita Cinta. Saya suka baca majalah yang semacam Cita Cinta karena isinya juga banyak tips, cerita, ulasan gitu... jadi serasa bukan cuma majalah iklan gitu, tapi kayak sahabat, cie...

Kembali ke fashion blog, saya merasa kalau fashion yang ditampilkan para blogger ini lebih real ya, karena kan bukan buat pemotretan tapi beneran apa yang mereka sehari-hari. Suka aja ngelihatnya, gaya berpakaian sehari-hari orang yang macam-macam. Tapi kebanyakan kata-katanya pelit ya, kebanyakan cuma i wore this i ate this, jadi nggak yang berasa akrab kayak majalah yang ada artikelnya. Mungkin karena si blogger juga nggak mau kebanyakan bawa kehidupan pribadi ke dunia maya ya, secara kan banyak yang baca ya. Mungkin, lho.


Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku