Skip to main content

LDR is Killing Me

Sorry for being menye ya guys...

Saya pikir saya tahan LDR lho. Kan kalaupun dulu sekota juga nggak tiap hari bareng kan, seringan juga cuma ketemu malam minggu aja, saya pikir LDR cincay aja lah, toh ada telepon, ada facebook, ada email, bisa selalu kontak setiap saat dan tahu kabar masing-masing. Lagipula saya kan juga punya banyak kesibukan, ada teman-teman, dia pun begitu... Saya pikir, what's the fuss right? Saya pasti bisa survive. 

Lalu saya LDR. Biasa aja sih waktu pisahan, saya nggak nangis, beneran biasa aja. Hari-hari berlalu dan biarpun tanpa dia, saya baik-baik saja. Komunikasi kami lancar. Saya banyak menghabiskan waktu akhir pekan yang biasanya kami bersama dengan teman. Everything is totally okay.

Kemudian datang saat itu. Kami bertemu lagi untuk pertama kalinya setelah beberapa bulan nggak ketemu. Dia menengok saya di Jakarta. Saya ingat saya happy berat, saya menandai kalender kapan dia akan datang dan merancang apa saja yang bakal kami lakukan selama dia ada di Jakarta. Semua yang seru dan menyenangkan.

Dia datang, and I couldn't be happier! Mr Defender is here! Akhirnya saya bisa kencan makan malam, bisa nonton berdua, bisa jalan ke sini ke situ, bahkan saya minta jemput kuliah, nongkrong di akang, makan di bu Bor mengenang masa lalu.

Eh, eh tapi semakin hari berjalan saya kok jadi mellow sih. Saya jadi menghitung, ya ampun tinggal 72 jam dia di sini, habis itu pisah... tinggal sebentar lagi kebersamaan kami sebelum dia harus pergi lagi ke kotanya. Dan itu menyiksa banget, saya jadi nggak bisa sepenuhnya menikmati kebersamaan kami yang padahal langka itu.

Dan tibalah saat itu, dia harus balik lagi. Kunjungan singkat sudah berakhir. Saya mengantar dia ke bandara. Sepanjang jalan saya masih ngobrol sama dia, ketawa, ceria, walaupun dalam hati saya nggak karuan. Tiba di bandara kami makan, ngomongin hal-hal ringan, bahas kapan dia ada waktu longgar dan bisa ketemu lagi. Terus tibalah saatnya dia boarding. It was nothing like AAdC scene, but still. Saya peluk dia, saya berkaca-kaca, dia mengelus kepala saya, mengucapkan perpisahan. dan dia masuk ke waiting room.

And here it was, guys, saya merasa nelangsa. Saya ingat menangis, dilihat sama orang-orang tapi saya nggak peduli. It scared the hell outta me. Saya merasa sendirian banget. Saya merasa sudah kangen banget. Selama ini rasa kangen saya, rasa kehilangan saya atas ketiadaan Mr Defender di sisi saya nggak terlalu terasa, tapi setelah dia datang, saya jadi merasa betapa kosongnya hidup saya selama ini, sebab saya begitu bahagia saat dia ada. I never really realised how miserable I was until he came and made me so damn happy. 

Dan di sinilah saya, kangen sekangen-kangennya. LDR itu berat, jendral.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku