Skip to main content

LDR, Lagi

Iya, LDR itu berat. Udahlah ya nggak bahas ini dulu, karena... berat hahahaha.

Tapi banyak juga sih sisi plusnya LDR. Kayak misalnya nih, saya jadi mandiri lagi. Dulu ketika sempat bareng gitu rasanya manja bener karena Mr Defender memang tipe yang suka nganter jemput pacarnya ke mana-mana. Jadinya kayak kebiasaan gitu, pas awal-awal LDR kayak males banget duh mesti ke mana-mana sendiri atau nyari barengan lain. Sekarang sih sudah biasa ya ke mana-mana sendiri lagi. Dan merasa lebih berdikari. Yay!

Trus jadi punya banyak waktu untuk teman-teman. Dulu kan awal-awal pacaran rasanya dunia milik berdua, maunya ke mana-mana berdua sampai ada beberapa teman yang merasa sedikit terabaikan karena kita nggak pernah punya waktu buat mereka. Sekarang karena pacar jauh jadinya sering barang teman, terutama sama yang jomblo dan yang lagi LDR juga. Yang punya pacar sih tetap ya dikuasai pacarnya masing-masing, haha.

Selain punya waktu buat teman, juga jadi punya waktu buat ngerjain hobi yang beda sama hobi pacar. Misalnya, naik gunung. Susur goa. Manjat. Yang selama ini jadi jarang dilakukan karena pacar nggak sehobi. Kalau sama Mr Defender bisalah nonton bola bareng, nonton konser, dan semacamnya. Kami berdua sama-sama nggak terlalu suka nonton bioskop, sih. Tapi karena lagi jauhan malah akhirnya kalau ketemu seringnya kami nonton bioskop bareng. Lucu ya.

Nah, yang terpenting lagi setelah waktu buat teman dan hobi, aku juga jadi lebih punya waktu buat diri sendiri. Me time. Alone time. Guling-guling nggak jelas sampe laper dan harus nyari makan, hihihi. Nggak sih. Maksudnya waktu dan jarak untuk mikir lebih dalam tentang hubungan kami, tentang aku, tentang dia, tentang cita-cita kami ke depannya. Jadi lebih menghargai apa yang kami miliki karena terasa ketidakadaannya saat jauh, jieee...

Yah intinya LDR nggak selamanya mellow aja kok. There are bright sides to!

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...