Skip to main content

Maaf...

kepada semuanya. untuk spedometer semangat saya yang terus menurun dalam setengah tahun ini.


maaf untuk teman-teman sekelompok saya di perkuliahan, atas segala kinerja dan sumbangsih yang tak pernah maksimal. sungguh, tak pernah, bukannya hampir tak pernah. maafkan kalau saya jadi sama rendahnya dengan mereka yang bikin PT KAI rugi dengan tak bayar karcis kereta api alias free rider. maaf, maaf, maaf.

maaf untuk bapak dan ibu dosen, khususnya dosen-dosen semester ini, yang begitu antusias dan penuh dedikasi. maaf untuk tidak menghargai perjuangan bapak mengendarai kuda besi dari kelapa gading ke bintaro, untuk pengorbanan bapak yang lain lagi bermain sirkus dengan waktu sebab jadwalnya yang padat, dan bapak ibu yang lain yang tak kalah menginspirasi, maaf jika semua itu hanya terbalas dengan tatapan kosong dan pikiran yang entah kemana melajunya. eh, tapi mungkin juga saya ge-er, memangnya mereka datang cuma buat saya?

maaf untuk stapala. yang dulu jadi salah satu alasan yang memanggil-manggil saya kembali, menabuh hati dengan rindu yang bertalu. sekarang, setelah dekat, entah mengapa saya tak lagi rindu. eh, bukan tak rindu sih, mungkin saya malah semakin rindu. tapi, rindu ini rindu yang menjauhkan, bukan yang membuat saya ingin selalu dekat dan tak ingin pergi dari posko. entahlah, semuanya tak lagi terasa menggairahkan. saya tak tahu di mana yang salah, tapi saya tak suka merasa menjadi orang asing yang tak bisa orientasi medan di rumah sendiri. mungkin semuanya kembali ke semangat, dan saya hampir di titik kosong. jangankan untuk naik gunung atau turun ke gua, untuk amanah-amanah lain yang diberikan kepada saya pun, banyak yang belum terselesaikan. maafkan, stapalaku. maafkan saya yang cuma bisa meminta maaf. saya tak enak pada adik-adik yang minta transfer ilmu rescue tali tegang. saya tak enak pada adik yang berulang kali menanyakan standar kemampuan teknis yang masih belum jadi. saya tak enak ketika ada undangan rapat atau permintaan bantuan untuk outbound, namun di saat itu saya harus mengerjakan tugas kuliah. dan ini bukan salah tugas kuliah, sebab harusnya mereka sudah selesai saat adik-adik mengundang saya ke posko. ah, maaf. maaf. maaf. bukannya saya tak suka posko bersih dan rapi sampai bisa dijilat. tak ada yang bisa dijelaskan mengapa posko tak terasa lagi seperti rumah, dan bukan salah siapa-siapa. perasaan tak bisa dipaksakan bukan? saya tak ingin mencari analogi. sungguh saya tak ingin tahu sebabnya. saya tak ingin membenci apapun.

maaf untuk dia yang sedang belajar english grammar dari saya, yang bahan ajarnya selalu tertunda dan sekarang berhenti sama sekali. tapi aku berjanji, semuanya akan kuganti di lain hari.

maaf untuk semuanya yang ada di sekitar saya, karena untuk tersenyum pun aku tak ada semangat. maaf untuk segala ketidakramahan dan ketidakwelcome-an saya. maaf.

dan saya tak tahu lagi pada siapa harus meminta maaf, bukan karena tak ada lagi, tapi karena banyaknya. dan maaf tak pernah menggantikan apapun, saya tahu. tapi semoga kalian semua dan mereka semua memaafkan saya. amin

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku