Skip to main content

Harap Tenang, Ini Ujian

Minggu UAS sudah datang. Dari awal, capek rasanya harus membayangkan bolak balik Bintaro Blok M setiap hari. Walaupun pasti dijemput sih, selama ujian ini kan saya bareng sama Mr Cajoon ke kampusnya. Tak terbayangkan kalau harus naik kendaraan umum trus terjebak kemacetan...trus telat kuliah. Tet tot. Nggak banget kan.

Terus sesuatu yang konyol terjadi. Jadi saya berangkat ujian siang kan, seperti biasa pagi sebelum berangkat saya ke kosan Mr Cajoon dulu, rupanya hari ini dia nggak ujian tapi cuma ngumpulin tugas sebagai pengganti nilai UAS, dan...dia belum buat tugas. Asli belum buat, bukannya belum jadi. Gila nggak sih tuh orang. Berhubung masih pagi saya pun berjibaku bantuin dia bikin tugas, lalu kami istirahat buat makan pagi yang kesiangan, lanjut buat tugas lagi, selesai juga, lalu... Ya ampun! Ujiannyaaa... Jam ujian sudah lima belas menit lagi, Mr Cajoon buru-buru pakai seragam lalu ngebutlah kami, saya deg-degan banget sepanjang jalan, gila aja lah kalau telat trus nggak bisa ikut ujian. Gawat pakai banget. Mr Cajoon nyetirnya udah gila-gilaan banget, alhamdulillah juga lalu lintasnya lancar jadi kami bisa sampai di sana, fiyuuuhhh... Sampai di kampus saya langsung lompat, nggak sabar ikut ke parkiran segala, saya langsung lari ke kelas dan dapat bonus sepatu patah. Sial...

Sampai di kelas ujian sudah mulai. Saya lemas banget, deg-degan banget, saya hampiri meja pengawas. Menurut dia keterlambatan saya masih bisa dimaklumi. Dia memberikan lembar soal dan jawaban. Dan saya pun bisa ikut ujian meski telat hampir setengah jam.

Pulangnya Mr Cajoon mentraktir saya makan karena merasa nggak enak, namun pada akhirnya sih semuanya happy ending menurut saya, hehehe... Reminder banget lain kali jangan lupa waktu, dan yamg terpenting jangan lupa kerjain tugas yaaa... Hahahaha.

Comments

Popular posts from this blog

Lekas Sembuh, Bumiku

Ada banyak hal yang memenuhi pikiran setiap orang saat ini, yang sebagian besarnya mungkin ketakutan. Akan virus, akan perekonomian yang terjun bebas, akan harga saham, akan  ketidakpastian akankah besok masih punya pekerjaan. Ada banyak kekuatiran, juga harapan. Ada jutaan perasaan yang sebagian besarnya tak bisa diungkapkan. Tanpa melupakan bahwa kita tak hanya cukup merasa prihatin namun harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, marilah kita mensyukuri apa yang masih kita miliki. Setiap detik kehidupan yang masih diberikan kepada kita, atap untuk berteduh, rumah tempat kita bernaung, makanan, udara yang segar, dan keluarga tercinta yang sehat.

Tahun untuk Berjuang

Saya tidak bermaksud membuat blog ini menjadi kumpulan essay galau, apalagi di awal tahun dan awal dekade yang semestinya disambut dengan penuh semangat. Tapi mungkin tahun ini memang saya mengalami krisis usia 30-an. Mungkin juga usia 30 adalah usia mendewasa yang sebenarnya sehingga banyak hal yang mendadak tersangkut di pikiran. Dan mungkin juga tahun ini memang dibuka dengan berbagai duka yang belum selesai dari tahun lalu. Seorang kerabat dekat yang sangat saya sayangi divonis dengan penyakit yang cukup serius tahun lalu, dan tahun ini kami semua berjuang untuk kesembuhannya. Sangat sulit untuk tetap berpikiran positif di saat ketidakpastian yang mencekam ada di depan mata. Selain satu hal ini, ada beberapa hal lain dalam hidup kami yang sedang tidak beres, seakan semesta kami mulai runtuh sedikit-sedikit, dan jiwa saya lumat perlahan-lahan di dalam pusaran masalah yang tak henti. Saya berkali-kali mencoba mengingatkan diri bahwa saya harus tetap berusaha untuk tid...

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita...