Skip to main content

Target Board

Keinginan adalah sumber dari segala penderitaan, kata Iwan Fals.


Saya termasuk orang yang banyak keinginan. Banyak pasang target buat diri sendiri. Kadang tiap hari maunya nambah satu, baik yang besar maupun yang remeh temeh. Dan kadang besoknya lupa lagi. Terkubur sama keinginan dan target yang lain.

Jadi sewaktu kemarin saya ikut acara gladian kepemimpinan dan disuruh bikin board yang berisi target saya lima tahun ke depan, kebayang nggak isinya? Duh, hampir nggak muat itu board karena saya banyak maunya. 

Coba ya, saya pengen lulus kuliah dan jadi sarjana, trus pengen setelah dua tahun kerja langsung dapat beasiswa S2 di Inggris. Itu dari segi akademis. Trus saya juga pengen jalan ke berbagai tempat. Karena board nya harus spesifik saya tempelkan gambar Rinjani, Kerinci, Banda Neira, India, Jepang, Thailand, Sabang, dan Wakatobi. Lalu Euro trip juga. Banyak aja ya. Lalu saya pengen menulis buku. Saya juga pengen menikah dan membina keluarga.

Hahaha. Banyak banget! So much to accomplish in five years. Memang sih gladian kepemimpinan gunanya buat melatih kita optimis, berani bermimpi besar, termotivasi buat melakukan hal yang kita inginkan. Semua karakter yang dibutuhkan buat jadi pemimpin lah.

Tapi tapi... Apa nggak apa bermimpi yang nggak realistis begitu? Kalau kata motivator sih pastinya gantungkan cita-citamu setinggi langit, nggak ada yang nggak mungkin, the sky is the limit dan sebagainya. Saya sih sebenarnya nggak percaya, kan saya orangnya skpetis, hahaha.

Bukannya pesimis loh ya, tapi kemampuan manusia ada batasnya, apalagi kalau yang dikejar itu jumlahnya banyak kayak board saya. Saya lebih percaya dengan, we can't have it all. Mungkin saya bisa meraih beberapa atau banyak dari target dan impian saya itu, tapi tentunya tidak semuanya. Atau mungkin saya bisa mencapai semuanya, tapi tentunya tidak dalam waktu sesingkat lima tahun.

Tentunya selain yang tertuang di target board, masih ada hal-hal yang saya inginkan, yang tidak saya cantumkan karena terasa nggak signifikan, kayak mau lihat konser Coldplay, U2, Paramore, mau bertemu Bob Dylan dan sebagainya. Nggak salah untuk bermimpi dan menginginkan sesuatu asal kita nggak jadi obsesif, nanti jadi gila kayak caleg yang gagal jadi anggota dewan.

Semangat buat terus mewujudkan mimpi, ya!

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...