Akhirnya saya membaca Madre juga, setelah (akhirnya) Gramedia Samarinda (yang bahkan tidak menjual National Geographic, Rolling Stones, dan Reader's Digest, ketiga majalah yang saya selalu baca, sigh!) menjualnya. Dan saya, meskipun lumayan menyukainya, ternyata sedikit kecewa. Ah, tapi untuk adilnya, saya selalu kecewa dengan semua buku Dewi Lestari setelah Akar. Bukan karena buku-bukunya tidak bagus. Mungkin kalau pengarangnya bukan Dewi Lestari saya akan bilang bagus. Hanya saja, saya sangat sangat mencintai Dewi Lestari sejak membaca Supernova Akar. Itu buku yang sangat menyentuh saya secara emosional, juga secara spiritual. Maka ketika membaca Supernova Petir, dan apalagi Perahu Kertas, saya merasa agak sedih karena saya tidak merasa apa-apa. Keduanya seperti novel yang dari awal sampai akhir sudah disusun dengan rapi dan sistematis. Tidak ada kejutan, tidak ada tarikan alis dan decak lidah saya ketika membacanya. Kalaupun ada, itu karena bahasa Dewi Lestari yang indah sa...