Skip to main content

Timesick


Sering sekali merasa rindu sesuatu, bukan kangen rumah atau seseorang tapi lebih ke suatu waktu, rindu masa ketika bersama sahabat-sahabat SMA, bertujuh atau berlima menggambar masa depan, merencanakan jurusan kuliah dan hidup selulus SMA yang masih nampak buram meskipun menjanjikan kebebasan. Rindu masa-masa diklat mapala, bertigapuluh satu kami disiksa alam dan menikmati matahari terbit Mandalawangi bersama.

Rindu menyesap kopi bersama teman-teman setenda dalam pendakian, bergulung di selimut sambil diam-diam menatap kagum dan cinta pada seseorang. Rindu tertawa, ngumpul rame-rame bolos kuliah nongkrong di akang, makan indomi rebus dan merenungi kebodohan diri, lalu tertawa lagi. Rindu menghabiskan hari di kamar teman kos mencurhatkan gebetan yang itu itu saja problemnya, dan mengakhiri semua masalah dengan solusi tunggal: karaokean sampai pagi.

Rindu obrolan penuh makna ala ala Before Sunrise di malam menjelang dinihari di depan posko sambil latihan srt yang disusul makan roti bakar mamat yang buka 24 jam. Rindu keliling Jakarta naik busway memandangi lampu lampu di malam hari.
 
Rindu masa awal kerja menghabiskan gaji di awal bulan buat hura hura. Ah padahal itu belum lama terjadi. Tapi rasanya begitu jauh karena takkan terulang lagi. Dan saya selalu suka bernostalgia seakan semuanya itu terjadi puluhan tahun lampau, padahal baru saja.

All the best experiences in life have always been suffused with a secret sadness; as they are happening, I’m remembering they will end and never be again. It’s a strange sensation. I’ll wonder as I strangely find myself missing the life I was living just two hours ago. Perhaps it’s unwise to get attached to moments, they fly away, but that is where I live, nothing exists but a momen and the moment, this moment is all we truly have.

Comments

Popular posts from this blog

Lekas Sembuh, Bumiku

Ada banyak hal yang memenuhi pikiran setiap orang saat ini, yang sebagian besarnya mungkin ketakutan. Akan virus, akan perekonomian yang terjun bebas, akan harga saham, akan  ketidakpastian akankah besok masih punya pekerjaan. Ada banyak kekuatiran, juga harapan. Ada jutaan perasaan yang sebagian besarnya tak bisa diungkapkan. Tanpa melupakan bahwa kita tak hanya cukup merasa prihatin namun harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, marilah kita mensyukuri apa yang masih kita miliki. Setiap detik kehidupan yang masih diberikan kepada kita, atap untuk berteduh, rumah tempat kita bernaung, makanan, udara yang segar, dan keluarga tercinta yang sehat.

Tahun untuk Berjuang

Saya tidak bermaksud membuat blog ini menjadi kumpulan essay galau, apalagi di awal tahun dan awal dekade yang semestinya disambut dengan penuh semangat. Tapi mungkin tahun ini memang saya mengalami krisis usia 30-an. Mungkin juga usia 30 adalah usia mendewasa yang sebenarnya sehingga banyak hal yang mendadak tersangkut di pikiran. Dan mungkin juga tahun ini memang dibuka dengan berbagai duka yang belum selesai dari tahun lalu. Seorang kerabat dekat yang sangat saya sayangi divonis dengan penyakit yang cukup serius tahun lalu, dan tahun ini kami semua berjuang untuk kesembuhannya. Sangat sulit untuk tetap berpikiran positif di saat ketidakpastian yang mencekam ada di depan mata. Selain satu hal ini, ada beberapa hal lain dalam hidup kami yang sedang tidak beres, seakan semesta kami mulai runtuh sedikit-sedikit, dan jiwa saya lumat perlahan-lahan di dalam pusaran masalah yang tak henti. Saya berkali-kali mencoba mengingatkan diri bahwa saya harus tetap berusaha untuk tid...

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita...