Akhirnya saya membaca Madre juga, setelah (akhirnya) Gramedia Samarinda (yang bahkan tidak menjual National Geographic, Rolling Stones, dan Reader's Digest, ketiga majalah yang saya selalu baca, sigh!) menjualnya. Dan saya, meskipun lumayan menyukainya, ternyata sedikit kecewa. Ah, tapi untuk adilnya, saya selalu kecewa dengan semua buku Dewi Lestari setelah Akar. Bukan karena buku-bukunya tidak bagus. Mungkin kalau pengarangnya bukan Dewi Lestari saya akan bilang bagus. Hanya saja, saya sangat sangat mencintai Dewi Lestari sejak membaca Supernova Akar. Itu buku yang sangat menyentuh saya secara emosional, juga secara spiritual. Maka ketika membaca Supernova Petir, dan apalagi Perahu Kertas, saya merasa agak sedih karena saya tidak merasa apa-apa. Keduanya seperti novel yang dari awal sampai akhir sudah disusun dengan rapi dan sistematis. Tidak ada kejutan, tidak ada tarikan alis dan decak lidah saya ketika membacanya. Kalaupun ada, itu karena bahasa Dewi Lestari yang indah saja. Alur cerita, biasa saja. Tapi itu hanya saya, sepertinya.
Juga dengan Madre. Madre hanya seperti metropop yang luar biasa bagus. Tapi untuk dibandingkan dengan Akar, bagi saya tak bisa. Madre, cerita yang juga jadi judul buku ini, saya tidak suka. Biasa saja, tidak ada sesuatu yang tersentuh dalam hati saya. Hanya kisah tentang pewaris toko roti yang berhasil merestorasi toko dan menemukan gadis yang dicintainya. Klise. Juga ada cerita tentang sahabat jadi cinta yang bahkan sudah bisa saya tebak dari dua halaman pertama.
Tetapi, ada dua cerita pendek yang saya sangat suka. Guruji, dan Acar Bawang Untuk Cinta dan Tuhan. Yang kedua bahkan amat pendek, namun ada sesuatu yang kena. Sesuatu yang tertinggal, dan sesuatu yang diambil ketika saya membacanya. Juga dengan Guruji. Ah, entahlah. Mungkin saya cuma tak terlalu suka cerita cinta, makanya saya tidak suka yang Madre. Buktinya hampir semua orang suka, bahkan juga Sitok Srengenge yang sangat saya kagumi. Atau mungkin akhir-akhir ini saya terlalu banyak membaca buku-buku Ajahn Brahm dan Kebijaksanaan Konfusius, sehingga cerita pendek macam Guruji lebih saya sukai.
Ah, tapi, bagaimanapun, selamat atas kelahiran Madre, Dee :)
you're back! senangnyahhh ^^.
ReplyDeleteeh, iya baca madre berasa minum soda pas haus banget. ga ilang hausnya, malah lebih haus lagi :(. itu buku keempatnya kok belum keluar2 juga ya?? hmmm
hai rona... iya ni baru masuk kantor lg setelah cuti lama, hehehe... thanks yah udah mampir...
ReplyDelete