Skip to main content

Mr Mountainbike

He's Mr Mountainbike. Yang saya panggil dengan nama yang sama seperti ayah-ibu-kakak dan orang rumahnya memanggilnya: Ciput.

He's one of a few closest friends I ever had. Mungkin karena saya orangnya tertutup, teman dekat saya sedikit sekali. Dia salah satunya. Kami berteman sejak awal-awal masa kuliah karena sama-sama suka mendaki gunung dan susur gua. Dia partner perjalanan terbaik yang bisa diimpikan seorang penikmat alam. Kuat, sabar, baik, nggak pernah mengeluh, penuh perhatian pada teman seperjalanan, ringan tangan.

Dulu saya pernah bilang nggak akan mau naik gunung kalau di tim itu nggak ada dia. Hahaha.

Dia selalu ada kapan pun saya butuh. Ke mana pun dan kapan pun saya butuh diantar dia selalu menjawab ya. Pernah lho dia nganterin saya dari kampus Bintaro ke rumah bude di Jagakarsa, dari Jagakarsa ke Cempaka Putih dan balik lagi ke Bintaro, malem-malem naik motor. Mengantar jemput ke stasiun atau bandara, wah tak terhitung seringnya. Dia juga nggak pernah menolak kapan pun saya minta tolong, apa pun wujudnya. Pindahan kos, merakit kipas angin, bahkan membelikan makan sahur saat saya sedang malas.

He's my superhero. Selalu bisa diandalkan.

Entah ya bagi dia saya teman yang seperti apa. Memanfaatkan? Ah, semoga tidak. He know I'll do the same thing for him.

Menulis ini, karena kangen sekali sama dia. Terakhir ketemu dia itu pas pernikahan saya. Semoga dia sehat selalu, diberikan kebahagiaan berlimpah-limpah dan berkah yang tumpah ruah dari langit. AMIN.

Comments

  1. lko na skutek Αrnoldowi. Zbrοjni nie śmielі przeglądać co fajniejest.keed.pl wiеzie κrzуżacki delegat,

    główniе ρodczas gdy huκnął na nіch ѕpośród wysοκоści siodłа.
    Błyѕkawiczniе oԁstąρilі od chωili wоzu.
    Oԁskoczyło także ԁwóch przeгażon.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku