Skip to main content

Strolling Oxford

The marvel of Oxford is that so many attractions are within an easy stroll of the railway station. Really, what couldn't you find? Shops, colleges, the excellent covered market and gracious buildings such as Christopher Wren's Sheldonian Theatre, all are packed together. 



A favourite walk of mine leads via the City Museum to Christ Church College (the Great Hall is Hogwarts Hall). Walk on through the water meadows alongside the Thames and Cherwell, past the spot where, in 1784, James Sadler became the first Briton to fly (in a balloon) to the University Botanic Garden, the oldest in Britain. Then back to the Bodleian Library (its Divinity School is the Hogwarts library) for the one-hour tour.

The Pitt Rivers Museum is one of my favourite museums anywhere in the world. Reopened in May after a Lottery-funded makeover, this is a spectacularly diverse collection of the objects that make people different. Splendidly old-fashioned display cases are crammed with the unexpected - Hawaiian feather cloaks in brilliant shades of red and yellow, ceremonial ivories from Benin, actors' masks from Japanese Noh dramas, Inuit fur parkas, decorated moccasins and magic amulets. Lieutenant-General Pitt Rivers made an original gift of 18,000 objects in 1884, some collected on Captain Cook's voyage in the 1770s.

And we could easily find your own way around the settings for the many books, TV series and films that have used the city, but the official guides know where the bodies are buried, so to speak, in Jericho and the other blood-spattered districts of fictional Oxford.  And yes, Einstein was here, guys!

We could also try Jamie Oliver's cooking at first hand. The next best way to savour the young whiz's menus is in one of his restaurants. In Jamie's Italian on George Street, the menu is driven by what ordinary people eat in Italy. Rustic, simple dishes, a mix of fresh pasta, local seasonal ingredients and Italian imports, prepared and served without fuss. Yum!


Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...