Skip to main content

Pelajaran Ibu



Sungguh ajaib rasanya menjadi ibu. Saat bayi kita dilahirkan, kita juga lahir sebagai ibu. Bukan berarti sebelum jadi ibu perempuan itu tidak sempurna, sama sekali tidak begitu. Hanya saja, si ibu dalam diri perempuan itu belum lahir. Saat bayi lahir, sosok sang ibu pun lahir ke dunia. Dan perjalanan pembelajaran seumur hidup pun dimulai.

Banyak hal yang diajarkan semesta sejak saya menjadi seorang ibu. Baik itu kemampuan 'teknis' seperti cara memerah dan menyimpan ASI, membuat makanan bayi, mengganti popok, memandikan anak, dan printilan lainnya, sampai hal-hal lain: betapa damainya memandangi anak yang tertidur pulas, betapa nikmatnya rasanya mencium aroma minyak telon dari ubun-ubun anak kita, betapa berharganya punya waktu memanjakan diri barang lima belas menit untuk mandi lulur saat anak kita sudah tidur lebih cepat.

Banyak juga sisi lain yang saya pelajari: 'persaingan' menjadi orang tua terbaik dengan berbagai versinya, perasaan dihakimi oleh ibu-ibu lain, ketakutan kita tidak menjadi orang tua yang benar, dan kecemasan apakah anak kita tumbuh sesuai tabel yang diberikan dokter dan praktisi kesehatan.

Ada saatnya saya merasa semangat belajar tentang berbagai cara merawat balita, berbagai metode pembuatan vubur bayi yang awet dan bergizi, stimulasi motorik halus dan kasar...dan sebagainya dan sebagainya. Terlebih di saat era informasi begitu banjir seperti srkarang, nggak perlu beli buku, cukup dengan sekali klik saja ribuan informasi ada di tangan kita. Namun seringnya saya malah merasa panik dengan semua info di kepala saya, karena merasa masih banyak hal yang belum saya lakukan, banyak yang tidak mampu saya wujudkan. Lalu saya jadi hidup dalam pembandingan.

Padahal, sama sekali nggak bahagia menjadi ibu dalam perbandingan. Karena pada dasarnya semua berbeda. Setiap anak memiliki kondisi berbeda. Semua ibu mrmiliki perjuangan berbeda.

Pada akhirnya, semuanya kembali kepada naluri kita sebagai ibu. Alam telah membekali kita perempuan dengan insting keibuan untuk mengandung, melahirkan, merawat dan mengasuh anak kita. Yang terbaik adalah mendengarkan apa yang naluri kita katakan, naluri ibu yang ada di dalam diri kita, yang pastinya semuanya menginginkan tak kurang dari yang terbaik untuk anak-anak masing-masing.

Menjadi ibu adalah salah satu pengalaman terbaik yang bisa diberikan semesta kepada seorang perempuan, sekaligus proses belajar seumur hidup, mari menjadi ibu terbaik tanpa perlu saling menghakimi. :)

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku