Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2015

Tentang (Jatuh) Cinta

Orang jatuh cinta dengan cara yang misterius. Apakah itu cinta pada pandangan pertama kepada sosok yang tiba-tiba menangkap mata kita di tengah hiruk pikuk peron kereta api, atau cinta yang tumbuh perlahan kepada sahabat yang setiap hari berbagi canda saat makan siang bersama. Tidak ada yang tahu kepada siapa cinta kita selanjutnya akan jatuh. Apakah cinta memilih kakak kelas ganteng yang jago basket dan digilai semua cewek di sekolah. Ataukah dia memilih si cowok biasa-biasa saja dengan model rambut yang ketinggalan zaman, yang duduk di bangku belakang dan hobi menyalin pe-er setiap pagi, yang selalu berhasil membuat tertawa dengan leluconnya. Tidak ada yang tahu pasti, kenapa kita harus jatuh cinta. Apakah senyumnya, apakah proporsi tinggi-berat badan dan setiap sudut di wajahnya? Apakah justru karena ketidaksempurnaan manusiawi yang ada padanya, seperti bekas luka di pelipisnya, atau suara siulannya yang ganjil. Apakah karena kebaikan-kebaikannya, atau kenakalan kecilny...

Happy Valentine

Pindahan itu memang menguras energi fisik dan terutama mental (dan tentunya juga menguras tabungan ya). Sudah hampir setengah tahun kami bertempat tinggal di sini, namun rasanya saya masih sering merasa asing, lalu murung. Di kota baru yang mana saya nggak punya banyak teman, masih jetlag dengan kerjaan baru di kantor, belum punya banyak aktivitas untuk menyibukkan diri.  Saya sering pengen menampar diri sendiri karena di sini saya punya suami yang menyayangi saya, dua anak yang lucu, saya punya rumah untuk bernaung, hidup saya berkecukupan, namun saya merasa murung begini. Dan biasanya penyadaran itu bukan membuat saya bersyukur, tapi tambah murung karena merasa egois dan nggak berguna. Biasanya saat merasa murung begitu saya jadi nggak semangat ngapa-ngapain, maunya berdiam di kamar. Nonton serial tv, baca buku atau main ponsel. Kemarin saat saya sedang malas-malasan begitu, Mr Defender datang dan bilang, "Ada dompetku di tasmu, Yang?" Saya menjawab tanpa m...

Antologi Rasa

Ternyata butuh waktu hampir tiga tahun bagi saya untuk menyelesaikan membaca buku ini. Sebenarnya saya juga lupa alasan saya membeli buku ini, mengingat kekecewaan saya pada dua buku sebelumnya, A Very Yuppy Wedding dan Divortiare. Buku ini sebenarnya juga nggak jauh berbeda dengan kedua buku sebelumnya dalam hal penulis yang membuat pembaca lelah karena menjejalkan sejuta informasi nggak penting yang juga nggak membantu berkembangnya plot cerita. Semacam si penulis susah menarik egonya untuk menumpahruahkan semua pengetahuan yang dia punya ke dalam buku, sehingga membuat pembacanya lelah (dan banyak skip halaman seperti saya). Namun, dibandingkan kedua buku lainnya, Antologi Rasa punya plot yang lebih manusiawi dan realistis (walaupun tetap bertele-tele dan membuat kita sulit untuk relate apalagi bersimpati kepada tokoh cerita).