Skip to main content

Anak Kampung


Sejak pindah ke rumah (kontrakan) baru yang lokasinya di pinggir jalanan kampung, saya perhatikan anak-anak saya, Mbak Rocker dan si Racun Api, kulitnya semakin menghitam. Memang matahari Tarakan ini luar biasa menyengatnya, cepat bikin gosong. Untungnya karena di pulau kecil, angin lautnya sepoi-sepoi jadi panasnya bukan panas yang bikin gerah seperti di Jakarta atau Surabaya.

Tentunya kulit yang dipanggang matahari itu adalah hasil dari rajinnya anak-anak saya bermain di luar rumah. Di lingkungan sekitar rumah saya banyak anak-anak kecil mulai dari yang balita sampai yang usia SD, dan mereka sering bermain di pelataran rumah kami. Tentunya anak-anak saya langsung nimbrung ikut main dengan mereka. 

Kadang juga Cus, pengasuh anak kami membawa mereka main ke tetangga yang umumnya punya halaman luas tempat anak-anak bisa berlarian, main rumput atau bersepeda. Makanya setiap sore anak-anak sudah akan gosong, berlelehan keringat dengan aroma ubun-ubun yang asem luarbiasa (namun tetap nikmat buat orangtuanya).

Sejujurnya dibandingkan tempat tinggal kami sebelumnya si Samarinda, di cluster perumahan yang tertutup di mana anak-anak cuma bisa main dengan anak-anak kanan kiri rumah (itu pun kalau orangtua si anak mengizinkan anak-anaknya main di luar) saya sangat senang dengan lingkungan rumah yang sekarang. Saya juga lega sekali karena di sini saya selalu menjumpai anak-anak usia SD bermain di luar rumah atau bersepeda di jalanan kampung tanpa diantar orang tua, hal yang sudah akan jarang kita jumpai di kota besar. Saya senang karena ini berarti saya tinggal di daerah yang aman sehingga orang tua tidak perlu khawatir melihat anaknya bermain sendiri tanpa pengawasan orangtua. Coba saya tinggal di kota besar, saya juga pasti akan waswas saat anak-anak bermain di luar rumah.

Jangankan bermain tanpa orangtua, saat di Jakarta, saya bakal panik luar biasa ketika mengantri di kasir supermarket lalu si Racun Api melepaskan gandengan saya karena mau mengambil coklat kinderjoy di rak sebelah. Atau saat makan di food court dan anak-anak mau berlarian, walau cuma berjarak beberapa meter saja, saya langsung panik karena ingat berbagai macam kasus penculikan anak di Jakarta, saat si ibu sebenarnya tak berapa jauh dari situ.

Sejak kapan ya orang-orang di ibukota jadi makin jahat? Sedih rasanya kalau memikirkan itu deh.

Karena itulah setiap kali kami kembali ke rumah kami di kampung kecil ini, di pulau kecil terluar ini, saya selalu merasa lega. Lega karena saya tidak harus bekerja di ibukota, terlepas dari seberapa pun menggiurkan tawaran pekerjaan (dan gaji) di sana. Jika ini artinya anak-anak saya bisa menikmati masa kecil yang indah, damai, dan menyenangkan di sebuah tempat yang aman. Jika itu artinya anak-anak saya masih bisa melihat katak, belalang, siput dan kupu-kupu. Bahkan juga monyet di hutan, jika kami beruntung. Jika itu berarti mereka bisa bergaul dengan sebayanya main petak umpet, kejar-kejaran, dan lompat tali. Bukan cuma main di playground di mal atau kidzania.

Tak apa mereka menjadi anak kampung. Dalam hidup ini, beberapa hal memang pantas untuk diperjuangkan.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...