Skip to main content

Cintapuccino


Sejauh ini, Cintapuccino adalah satu-satunya novel dari genre chic-lit yang saya suka. Saya membacanya di awal-awal masa kuliah dan ketika itu sempat bertanya-tanya, jangan-jangan saya terlalu meremehkan chic-lit. Walaupun kisah yang diangkatnya ringan, tapi berbeda dengan banyak chic-lit lain, dia sangat relatable. Mengisahkan cerita cinta SMA yang nggak kesampaian dan masa-masa SMA-kuliah badung yang rasanya semua orang mengalami. 

Saya kadang teringat novel ini saat hidup sudah hiruk pikuk dengan jadwal antar jemput anak, bayar gas dan cicilan mobil serta diteror deadline pekerjaan di kantor. Teringat bahwa kita semua pernah mengalami masa di mana persoalan hidup masih sederhana, saat di mana jutaan kupu-kupu itu nyata. Cinta yang berbunga-bunga, degdigder rasa di hati menunggu ditembak gebetan dan sebagainya.

Teringat bahwa saya pun dulu pernah punya cowok.idaman dan terobsesi seperti Rahmi. Punya geng cewek. Mengalami masa sulit remaja yang rasanya kalau diingat saat ini, receh banget, namun dulu nyata adanya, hahaha. Hidup itu pernah manis asem asin nano nano, dan mengingatnya membuat saya tersenyum sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Lekas Sembuh, Bumiku

Ada banyak hal yang memenuhi pikiran setiap orang saat ini, yang sebagian besarnya mungkin ketakutan. Akan virus, akan perekonomian yang terjun bebas, akan harga saham, akan  ketidakpastian akankah besok masih punya pekerjaan. Ada banyak kekuatiran, juga harapan. Ada jutaan perasaan yang sebagian besarnya tak bisa diungkapkan. Tanpa melupakan bahwa kita tak hanya cukup merasa prihatin namun harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, marilah kita mensyukuri apa yang masih kita miliki. Setiap detik kehidupan yang masih diberikan kepada kita, atap untuk berteduh, rumah tempat kita bernaung, makanan, udara yang segar, dan keluarga tercinta yang sehat.

Tahun untuk Berjuang

Saya tidak bermaksud membuat blog ini menjadi kumpulan essay galau, apalagi di awal tahun dan awal dekade yang semestinya disambut dengan penuh semangat. Tapi mungkin tahun ini memang saya mengalami krisis usia 30-an. Mungkin juga usia 30 adalah usia mendewasa yang sebenarnya sehingga banyak hal yang mendadak tersangkut di pikiran. Dan mungkin juga tahun ini memang dibuka dengan berbagai duka yang belum selesai dari tahun lalu. Seorang kerabat dekat yang sangat saya sayangi divonis dengan penyakit yang cukup serius tahun lalu, dan tahun ini kami semua berjuang untuk kesembuhannya. Sangat sulit untuk tetap berpikiran positif di saat ketidakpastian yang mencekam ada di depan mata. Selain satu hal ini, ada beberapa hal lain dalam hidup kami yang sedang tidak beres, seakan semesta kami mulai runtuh sedikit-sedikit, dan jiwa saya lumat perlahan-lahan di dalam pusaran masalah yang tak henti. Saya berkali-kali mencoba mengingatkan diri bahwa saya harus tetap berusaha untuk tid...

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita...