Skip to main content

Overwhelmed

Seperti biasa, blog ini kembali ditelantarkan :D

Truth to be told, I was overwhelmed. I was exhausted.

Dua bulanan kemarin, saya merasa mencapai titik yang sangat rendah dalam hidup. Bukan karena apa-apa, penyebabnya "cuma" kelelahan secara fisik, mental, dan emosi. Bermain sirkus dengan kerja kantoran yang ritmenya lumayan padat, dua batita yang super aktif dan menuntut perhatian penuh, katering rantangan one woman show, mengurus rumah di saat suami bertugas keluar kota, ditambah lagi aktivitas saya di sebuah organisasi sosial yang lumayan sibuk, membuat saya benar-benar tidak menyisakan waktu untuk diri sendiri.

Hasilnya, saya mau meledak. Dan pada akhirnya anak-anaklah yang pertama merasakan dampaknya. Dua malam yang lalu, Galuna minta dibacakan buku sebelum tidur. Sheva sudah tidur, dan saya lelah sekali, namun saya bacakan juga satu buku, dua buku. Dia meminta lagi, lalu saya yang sudah lelah bilang, "Sudahlah, Kak, tidur, sudah malam. Ibu capek."

Galuna membalikkan badan membelakangi saya, lalu sambil menangis dia bilang, "Ibu kenapa marah-marah terus..."

Perasaan saya, sebagaimana ibu bekerja lain yang anaknya tiba-tiba bilang begitu, langsung teraduk-aduk nggak karuan. Ya ampun, bisa-bisanya saya mengabaikan anak saya, padahal merekalah alasan saya melakukan segala hal lain. Bisa-bisanya saya tidak meluangkan waktu yang cukup untuk anak-anak. Bisa-bisanya saya merasa waktu saya seharian yang diambil dari mereka bisa digantikan dengan satu dua butir Kinderjoy.

Tapi kan saya sibuk. Tapi kan saya capek. Tapi kan saya cari uang untuk mereka juga.

Lalu sesuatu datang dalam penyadaran saya, begitu menyesakkan seperti sebuah tanda seru besar.



Mungkin, saya perlu menata kembali prioritas-prioritas saya.


Mulai membacakan buku setiap malam sebelum tidur jelas adalah salah satunya. 

Comments

Popular posts from this blog

Lekas Sembuh, Bumiku

Ada banyak hal yang memenuhi pikiran setiap orang saat ini, yang sebagian besarnya mungkin ketakutan. Akan virus, akan perekonomian yang terjun bebas, akan harga saham, akan  ketidakpastian akankah besok masih punya pekerjaan. Ada banyak kekuatiran, juga harapan. Ada jutaan perasaan yang sebagian besarnya tak bisa diungkapkan. Tanpa melupakan bahwa kita tak hanya cukup merasa prihatin namun harus mengulurkan tangan kepada mereka yang membutuhkan, marilah kita mensyukuri apa yang masih kita miliki. Setiap detik kehidupan yang masih diberikan kepada kita, atap untuk berteduh, rumah tempat kita bernaung, makanan, udara yang segar, dan keluarga tercinta yang sehat.

Tahun untuk Berjuang

Saya tidak bermaksud membuat blog ini menjadi kumpulan essay galau, apalagi di awal tahun dan awal dekade yang semestinya disambut dengan penuh semangat. Tapi mungkin tahun ini memang saya mengalami krisis usia 30-an. Mungkin juga usia 30 adalah usia mendewasa yang sebenarnya sehingga banyak hal yang mendadak tersangkut di pikiran. Dan mungkin juga tahun ini memang dibuka dengan berbagai duka yang belum selesai dari tahun lalu. Seorang kerabat dekat yang sangat saya sayangi divonis dengan penyakit yang cukup serius tahun lalu, dan tahun ini kami semua berjuang untuk kesembuhannya. Sangat sulit untuk tetap berpikiran positif di saat ketidakpastian yang mencekam ada di depan mata. Selain satu hal ini, ada beberapa hal lain dalam hidup kami yang sedang tidak beres, seakan semesta kami mulai runtuh sedikit-sedikit, dan jiwa saya lumat perlahan-lahan di dalam pusaran masalah yang tak henti. Saya berkali-kali mencoba mengingatkan diri bahwa saya harus tetap berusaha untuk tid...

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita...