Skip to main content

Anak Kedua, Bebas Sebebasnya(?)


Setelah tertawa ngakak se-ngakak-ngakaknya, saya bisa seratus persen memaklumi daftar perbandingan di atas.

Sejujurnya, karena si Racun Api lahir dengan jarak tidak terlalu jauh dari Mbak Rocker, saya memang sedikit kewalahan mengasuh dan merawat dua anak (walau dengan bantuan Cus). Mungkin untuk kasus si adik, jatuhnya sebagian besar acara memandikan, mengganti dan mencuci clodi yang dulu seluruhnya saya lakukan sendiri, sekarang saya bagi dua dengan cus. Mbak Rocker juga sedang memasuki usia demanding sehingga saya berusaha lebih banyak menghabiskan waktu, energi dan pikiran saya untuknya. Saya tidak ingin dia merasa tersisihkan.

Akibatnya, yah, mungkin benar saya kurang total dalam merawat si Racun Api. Banyak hal yang dulu saya lakukan ketika Mbak Rocker bayi yang sekarang saya lewatkan, begitu juga sebaliknya banyak hal yang dulu tidak saya lakukan alias dipantang, sekarang ini ajdi bebas untuk dilakukan. Hahaha, nasib anak kedua.

Tetapi apakah semua itu semata-mata karena habis energi atau karena tidak ada waktu untuk memberikan hal yang sama kepada anak kedua? Saya rasa mungkin saja, tetapi alasan utamanya sebenarnya mungkin karena saya sudah lebih santai sebagai ibu, sudah berpengalaman, sehingga saya tidak merasa perlu mengikuti daftar dos and donts atau panduan mengasuh anak seratus persen plek ketiplek.

Karena sudah berpengalaman dengan anak pertama, memegang anak kedua rasanya lebih rileks, lebih ke I know he'll be just fine gitu. Saya tahu apa yang berhasil dan apa yang tidak dengan anak pertama, saya tahu mana yang esensial dan mana yang cuma asesoris pelengkap. Saya lebih percaya diri menjadi ibu.

And I think that's a good thing.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku