Skip to main content

Margin

Beberapa waktu yang lalu, berdasarkan beberapa reviu yang saya baca di sana sini, saya membaca buku ini. Intinya tentang margin. Apakah margin itu? Intinya, margin, baik dalam hal finansial, energi, maupun emosi, adalah 'ruang kosong' atau selisih antara kapasitas maksimal kita dengan kapasitas yang kita gunakan saat ini.

Laksana koper, margin adalah ruang kosong di dalam koper yang sengaja kita sisakan untuk membawa oleh-oleh tambahan saat pulang liburan nanti. Margin adalah ruang kosong di gudang yang kita sisakan untuk menyimpan barang bekas. Margin adalah energi yang kita sisakan agar seandainya ada pekerjaan di akhir hari, kita masih sanggup. Margin adalah uang yang kita sisihkan untuk berjaga-jaga seandainya tiba-tiba kita harus ke dokter di tanggal tua.



Nah, long story short, sebagai seorang ibu, tentu saja fokus saya tetap di bagian margin emosi, di mana saya memang merasa tidak menyisakan cukup margin. Intinya begini. Seseorang itu menjadi pemarah karena seluruh emosinya sudah tercurah untuk hal-hal lain: pekerjaan di kantor, pasangan yang menuntut, kehidupan sosial dan sebagainya. Ketika dia sampai di rumah di akhir hari, saldo margin emosinya nol, sehingga ketika ada hal tak terduga: anak yang rewel, anak yang sekedar ingin bermanja-manja dan disayang-sayang, dia meledak: bukan karena dia jahat atau dia bukan orang tua yang baik, namun karena dia tidak mempunyai cukup margin untuk diberikan.

Bisa dimengerti dan sangat masuk akal, kan, teori tentang margin ini?

Lalu bagaimana agar margin kita (dalam hal ini emosi dan energi) bertambah sehingga kita bisa menjadi ibu yang lebih hangat dan penyayang? 

Seperti cara menambah margin keuangan, caranya hanya dua: tambah pemasukan atau pangkas pengeluaran. Tambah 'pemasukan' artinya isi banyak-banyak energi positif dan emosi kita dengan hal-hal yang memperkaya jiwa: melakukan hobi, pelajari hal baru (ikut kelas melukis atau yoga mungkin?), coba aktivitas atau rutinitas yang berbeda (tambahkan jogging sore seminggu sekali atau kencan di rumah dengan pasangan mungkin?), melakukan perjalanan ke tempat asing, bergaul dengan orang-orang yang positif (bukan yang pencapaiannya lebih tinggi atau lebih baik, tetapi yang memberi kita inspirasi dan energi yang positif), banyak ngobrol sengan sahabat dan pasangan yang mencintai kita,  dan melakukan kegiatan sosial. Intinya, lakukan hal-hal yang membuat kita bahagia!

Lalu bagaimana cara 'memangkas' pengeluaran? Banyak! Bahkan sesungguhnya jauh lebih banyak dan lebih mudah  daripada cara menambah pemasukan. Ini beberapa contoh tipsnya:
  • Meng-uninstall salah satu aplikasi media sosial di gadget kita (bukan semua, cukup satu. Path, mungkin? Atau Instagram?)
  • Atau, un-friend/ un-share/ un-follow orang-orang negatif dari timeline kita.
  • Lebih baik lagi, hapus saja akun media sosial kita.
  • Kurangi kesibukan. Ngomong-ngomong, saya berhenti dari usaha katering rantangan untuk alasan ini. Agar saya bisa punya lebih banyak waktu dan energi untuk diri saya dan keluarga saya.
  • Tidak menghabiskan waktu untuk percakapan yang membawa emosi negatif: iri sama orang, ngomongin orang, and so on.
  • Matikan telepon beberapa jam sehari.
  • Berhenti membandingkan diri dengan orang lain.
  • Memaafkan diri sendiri untuk hal-hal yang belum kita capai.
  • Mengurangi ekspektasi kita terhadap hidup dan orang lain.
  • Memaafkan orang lain yang bersalah pada kita. 
  • Melupakan penyesalan-penyesalan kita. Let it goooo.... let it gooo.....

Nah, bagaimana? Sudah siap merasa lebih 'kaya' dan lebih bahagia? Because I am so ready!

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...