Skip to main content

Ramadan Kareem

Seperti biasa, bulan puasa selalu jadi the busiest times of year. Ya di kantor, ya di kehidupan sehari-hari, semuanya kayaknya jadi lebih sibuk dibanding bulan-bulan lainnya. Di kantor sibuk karena kebetulan puasa itu pas di akhir semester pertama yang mana semua laporan bakal jatuh deadlinenya dan banyak kegiatan yang harus dicairkan dananya. Dan semua mau cair sekarang, nggak bokeh ditunda karena kan mau hari raya. Di kehidupan sehari-hari juga nggak kalah sibuk, karena puasa identik dengan bulan kumpul-kumpul dan silaturahmi, semua maunya buka bersama, ngabuburit,  dan kumpul bareng. Dan si kegiatan sosial juga nggak kalah ramenya. Ada saja kegiatan sosial kayak ke panti asuhan, baksos, kumpulkan sedekah. Bagi saya karena anak sudah sekolah agendanya juga bertambah karena Juni juga bulan di mana tahun ajaran berakhir.

Sibuk, sibuk, sibuk. Padahal tahun lalu saya lebih sibuk lagi: buka katering rantangan dan jualan takjil, hahahaha.

Saya sebisa mungkin ingin lebih banyak di rumah, menikmati kebersamaan dengan keluarga. Sesekali juga saya undang teman-teman untuk berbuka di rumah. Malas rasanya buka bersama di restoran, pasti penuh dan antri, pun waktunya terbatas dan tak sebebas di rumah. Sesuai resolusi tahun ini, saya mau lebih santai.

Kemarin, Mbak Rocker berulang tahun yang ketiga. Kami membelikannya kue untuk tiup lilin dan mengajaknya membeli kue kotak untuk dibagikan ke tetangga dan untuk takjil buka puasa. Pengen aja mengajarkan ke Mbak bahwa ulang tahun nggak harus selalu mewah, nggak harus bertabur kado. Apalagi momennya bulan puasa, pas buat ngajarin anak berbagi.

Biar bagaimana pun, nggak akan bisa mengajarkan anak berbagi cuma dengan baca buku atau nasihat, kan? Kita sebagai orangtua juga harus walk the talk. Kalau anak terbiasa melihat orangtuanya berbagi, sering ikutan kegiatan sosial di sekitar, pasti juga bakalan terbawa. Makanya saya berencana melibatkan anak-anak di kegiatan charity yang akan saya ikuti bulan ini. Moga-moga anak-anak jadi insan yang gemar berbagi dengan sesama ya.

Dan semoga, rejekinya juga dicukupkan terus, biar selalu bisa untuk berbagi.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku