Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2017

Tentang Buku Elektronik

Sejak kecil, saya suka membaca dan punya koleksi buku bacaan yang lumayan. Sewaktu saya masih di bangku SD, setiap ada uang lebih, ayah saya mengajak saya ke Shoping (sekarang menjadi Taman Pintar) untuk berburu buku bacaan bekas dan kami akan pulang dengan satu tas penuh buku bacaan (bekas) baru. Setiap ada mobil perpustakaan keliling datang saya akan semangat sekali meminjam dua tiga buku. Begitu pun di sekolah, saya senang sekali membaca dan meminjam buku di perpustakaan. Hal ini berlanjut sampai saya dewasa. Perpustakaan dan toko buku, they are my happy places.  Sewaktu saya akan berangkat ke Samarinda pertama kali untuk bekerja, saya meninggalkan sebagian besar koleksi bacaan saya di rumah salah seorang sahabat yang akhirnya rusak karena kebanjiran (duh!). Saya memulai lagi mengoleksi buku-buku dari nol ketika mulai bekerja. Jumlah koleksi buku saya juga bertambah dengan pesat karena saya sudah punya uang hasil jerih payah sendiri untuk membeli buku. Rak buku saya bertambah

Kita Semua Manusia

Idealnya, semua manusia itu punya derajat yang sama. Baik di depan Tuhan, negara, hukum, dan juga di hadapan manusia lainnya. Nilai manusia seharusnya tidak ditentukan oleh agama, kekayaan, ras, kebangsaan dan status ssialnya. Harusnya, ya. Kenyataannya, tentu sudah terlalu banyak conth pembedaan manusia berdasarkan segala perbedaan yang ada itu tadi. Bahwa ada kenyataan pahit kalau sekumpulan manusia diperlakukan lebih buruk dari yang lain, itu fakta yang tak bisa dibantah. Negara, hukum, dan bahkan sesama manusia seringkali berlaku lebih berpihak kepada mereka yang mayoritas, yang kaya, atau yang berkuasa. Yang lain seringkali jadi warga kelas dua. Tapi mengapa semua perbedaan itu ada? Mengapa, sedangkan kita semua manusia?

Sumarah

Tahun ini berawal dengan cukup berat bagi orang-orang di sekeliling saya: seorang anggota keluarga inti sakit, seorang kolega yang cukup dekat dengan kami kehilangan posisi penting di tempat kerjanya, dan beberapa kawan lama mengalami masa-masa yang sulit. Bukan cara paling menyenangkan untuk mengawali tahun baru, tentunya. Belum lagi cuaca yang tidak menentu, pemadaman listrik yang rasanya kok makin sering saja di pulau kecil kami, dan kenyataan bahwa hujan tidak turun di salah satu hari favorit saya dalam setahun: tahun baru imlek.  Sangat mudah untuk pupus harapan bahkan sebelum bulan Februari dimulai. Namun, minggu lalu kami mengalami satu kejadian yang lucu-lucu menyebalkan. Sepatu anak laki-laki saya, si Racun Api, tertukar di sekolah. Sepatu ini sepatu biasa sebenarnya, namun sedang hits di kalangan anak seumurannya. Sekolah anak-anak saya, Mbak Rocker dan si Racun Api, memang mewajibkan anak-anak melepas alas kaki sebelum memasuki sekolah. Ini bukan pertama kalinya si Racu