Skip to main content

Year In Review


Hari ini adalah hari kerja terakhir di tahun 2017, dan kantor sudah mulai sepi karena sebagian besar pegawai sudah mengambil cuti sejak akhir pekan sebelum natal. Anak-anak sudah libur sejak dua minggu yang lalu, jadi mereka setiap hari saya bawa ke kantor. Rusuh? Pastinya. Tetapi untungnya karena kantor sudah sepi (banget!) jadi relatif tidak ada yang terganggu. Apalagi di kantor juga sedang ada proyek renovasi, jadi berisiknya tak tek tok palu tukang bangunan mengalahkan teriakan si Racun Api, hahaha.

Tahun ini saya menutup tahun dengan perasaan yang lebih ringan dibanding tahun lalu atau tahun sebelumnya. Sejak pindah ke pulau kecil ini, dengan kantor kecil dan jumlah pegawai yang lebih sedikit, saya memang menjadi sangat sibuk sehingga saya hampir selalu kelelahan di akhir tahun. Tahun ini, berbeda dengan yang lalu-lalu, saya memang mengurangi banyak kesibukan (termasuk menutup usaha) dan menghindari perjalanan dinas ke luar kota kecuali benar-benar urgen, dan hasilnya, saya merasa lebih ringan di akhir tahun. Tidak banyak beban pekerjaan atau agenda yang harus diselesaikan. Saya jadi lebih banyak punya waktu untuk keluarga di rumah.

Saya merasa bersyukur bahwa tahun ini saya diberi anugerah berupa kehamilan ketiga, yang sedikit banyak juga memaksa saya untuk slow down, banyak beristirahat, dan tidak terlalu keras pada diri sendiri. Kehamilan ketiga ini lumayan lebih rewel dibanding dua kehamilan sebelumnya, gabungan antara mual muntah hamil pertama dan letih lesu encok hamil kedua. Jadi saya benar-benar banyak istirahat dan berusaha tidak memaksakan aktivitas, menakar kekuatan diri sendiri.

Pertengahan tahun ini juga kami mulai lagi hidup tanpa bantuan asisten, yang mana sebenarnya awalnya karena terpaksa. Namun pengalaman setengah tahun tanpa bala bantuan ini ternyata sangat luar biasa menjadikan anak-anak (dan saya!) menjadi lebih mandiri. Juga memaksa saya untuk tidak bekerja lembur karena tidak ada yang menjaga anak saya di rumah. Awalnya berat, namun sekarang semuanya baik-baik saja.

Banyak hal yang terjadi tahun ini. Ditipu rekan bisnis, berbagi milestone anak, membeli properti baru, merayakan hari jadi pernikahan kelima, jalan- jalan sekeluarga... Segala hal yang besar dan kecil.Saya sangat bersyukur atas semua berkah, kebahagiaan, juga pelajaran yang saya dapatkan tahun ini.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku