Skip to main content

Ibu Bekerja

Walaupun saya sudah pernah memutuskan bahwa saya tidak akan mengejar karir (setidaknya tidak di kantor yang sekarang), namun tetap saja saya harus bekerja setiap hari karena kami belum punya cukup uang untuk membayar ikatan dinas, dan juga tentunya karena kami masih butuh penghasilan dari dua orang. Singkatnya, alasan utama saya bekerja adalah untuk penghasilan, bukan aktualisasi diri, apalagi passion.

Tentu saja saya berharap suatu hari bisa bekerja sesuai passion, (atau berhenti kerja dan mengejar passion? Apa bedanya ya?) tetapi untuk saat ini pilihan saya hanyalah tetap kerja. Menyedihkan ya mungkin, hahaha, tapi saya lumayan menikmati pekerjaan yang sekarang karena beban kerjanya tidak terlalu besar (walaupun repot, tapi tanggung jawab saya tidak terlalu banyak) dan memberikan saya waktu yang lebih fleksibel untuk mengurus anak-anak. Jadi yah win-win lah. Kondisi yang (untuk sementara) ideal.

Lalu kemudian saya tiba-tiba nggak punya baby sitter, disusul dengan hamil lagi dan kondisi ibu bekerja saya menjadi tidak ideal lagi karena saya kewalahan dengan pekerjaan, dua anak, dan kehamilan. Belum lagi urusan rumah. Ditambah lagi Mr Defender mendapat kesempatan baru dalam pekerjaan yang sayangnya membuat dia lebih sering lagi harus bekerja di luar kota. Jujur saja dalam kondisi kelelahan saya sering berpikir apakah semua yang saya lakukan sebanding, apakah tidak sebaiknya saya berhenti bekerja dan fokus mengurus anak-anak , setidaknya sampai kami punya baby sitter lagi atau sampai ketiga anak saya cukup besar?

Sejujurnya sering banget kepikiran resign, apalagi kalau pas lembur dan anak-anak harus ikut ke kantor padahal.sudah mulai ngantuk. Atau saat daycare anak-anak libur dan saya harus membawa mereka ke kantor sejak pagi padahal kerjaan sedang butuh fokus. Atau sesepele saat hujan deras, saya muntah dari pagi, anak-anak rewel, mobil habis bensin tapi saya harus ngantor dan Mr Defender sedang dinas luar kota. Ditambah tidak ada keluarga yang bisa dimintai tolong menjaga anak-anak barang satu dua jam, dan tetangga serta teman-teman juga rata-rata bekerja. Duh, rasanya mau nangis.

Karena itu, dan karena belum punya solusi untuk ini (misalnya punya pembantu baru yang mau dibawa ke ujung dunia, atau tinggal dekat dengan keluarga yang bisa dimintai tolong) saya memutuskan mengambil cuti besar setelah melahirkan nanti. Melihat apakah dalam rentang waktu itu kami harus mengambil keputusan lain, atau apakah ada solusi yang lebih baik (semoga, ya). Untuk saat ini, sementara solusi itu yang kami punya. Dan saya harus semangat, karena bagaimana pun kami menyongsong kelahiran si bungsu yang memang sudah direncanakan sejak lama :) semoga semuanya indah pada waktunya.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...