Skip to main content

Ini Bukan Tentangmu


Tahun ini adalah tahun yang penuh duka untuk saya pribadi. Beberapa sahabat dekat saya menjadi korban kecelakaan pesawat JT 610. Menuliskan ini pun rasanya hati saya perih. Beberapa minggu setelah kejadian itu saya banyak murung dan menangis. Banyak yang menyesaki dada saya, entahlah, kehilangan, penyesalan, kekosongan, kesedihan, juga ketakutan.

Tentu saja kesedihan saya mungkin tidak ada artinya dibandingkan istri dan suami dua sahabat saya yang ditinggalkan belahan jiwanya pada kecelakaan itu. Saya sendiri tidak tahu harus mengatakan apa kepada mereka, saya tidak sanggup bilang turut berduka cita sampai seminggu setelah peristiwa itu. Rasanya semuanya seperti mimpi. Saya tidak sanggup menatap mata mereka dan melihat kehancuran di sana. Mereka yang ditinggalkan pasangan. Mereka yang harus membesarkan buah hatinya yang kehilangan satu orang tua.

Ah, remuk hati ini.

Kadangkala, setelah saya bisa berbicara kembali dengan pasangan almarhum sahabat saya, ingin saya mengatakan "aku juga sedih dengan kepergiannya" atau "kau tahu, saat aku kehilangan omku beberapa tahun lalu karena kecelakaan..." tetapi begitu saya menyadari kalimat itu, saya batal mengucapkannya. Tidak adil rasanya menempatkan diri dalam pembandingan, seakan-akan kesedihan itu bisa dibagi atau diringankan dengan saya ikut merasa sedih. Tidak. Kesedihan saya tidak akan mengurangi dukanya, juga meskipun saya pernah mengalami hal yang mirip tidak menjadikan dukanya menjadi tidak berarti.

Ah, betapa dalam berduka pun saya sering menjadi egois dan lupa bahwa ini bukanlah tentang saya. Saya ada di sisinya untuk meringankan kesedihannya, bukan membawa kesedihan baru. Dam semoga saya mampu.


Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,

Mau Jadi Apa?

Kembali ke topik yang pastinya membuat mereka yang sudah membaca blog ini sejak lama muntah atau minimal menguap saking bosannya: karir dan passion . Hahaha, muntah, muntah deh. Brace yourself. Sebab ini merupakan salah satu topik pencarian diri yang memang belum berakhir untuk saya (dan mungkin tidak akan berakhir). Begini, ya, seperti yang semua orang tahu, saat ini saya tidak berkarir di bidang yang sesuai dengan minat saya. Bahkan, saya sendiri tidak tahu minat saya apa. Apakah saya sudah mencoba pepatah bijak jika tidak bisa mengerjakan yang kamu cintai, cintailah apa yang saat ini kamu kerjakan? Hm, sudah, sejuta kali, dan sebesar apa pun saya berusaha tidak mengeluhkan pekerjaan saya, saya memang tidak bisa bilang saya cinta, apalagi menyatakan ini adalah passion saya. Jangan salah, saya bersyukur atas pekerjaan saya, dan saya menikmati semua yang pekerjaan ini berikan: gaji yang cukup untuk hidup layak, waktu yang longgar untuk menikmati anak-anak saya bertumbuh, fasilita

Kurikulum

Suatu sore, saat saya sedang pusing mengatur jadwal les dan jadwal belajar anak-anak, seorang sahabat lama menyapa lewat pesan singkat. Saya belum sempat membacanya hingga sejam kemudian, karena mengatur jadwal dan kurikulum ekstra anak-anak ini sungguh menguras waktu, energi, dan pikiran. Mengapa? Karena sejak anak masuk sekolah tiba-tiba saya jadi berubah mirip Amy Chua yang ingin anaknya bisa segala hal. Apalagi Mbak Rocker nampak berminat dengan semua kegiatan: main piano, renang, bahasa Inggris dan Mandarin, melukis, taekwondo... Belum lagi hal lain yang tidak dipilihnya namun wajib dilakukan karena dia harus bisa: mengaji, berbahasa Arab dan Jawa, memasak dan berkebun hahaha... semuanya harus dijadwalkan. Kalikan dengan tiga anak, maka habislah waktu ibu mengatur jadwal (serta mengantar jemput). 'Kurikulum' anak-anak memang lumayan padat. Kembali ke pesan singkat teman saya tadi. Dia mengirim pesan panjang yang berisi keluh kesah kehidupan rumah tangganya. Saya cuku