Tahun ini adalah tahun yang penuh duka untuk saya pribadi. Beberapa sahabat dekat saya menjadi korban kecelakaan pesawat JT 610. Menuliskan ini pun rasanya hati saya perih. Beberapa minggu setelah kejadian itu saya banyak murung dan menangis. Banyak yang menyesaki dada saya, entahlah, kehilangan, penyesalan, kekosongan, kesedihan, juga ketakutan.
Tentu saja kesedihan saya mungkin tidak ada artinya dibandingkan istri dan suami dua sahabat saya yang ditinggalkan belahan jiwanya pada kecelakaan itu. Saya sendiri tidak tahu harus mengatakan apa kepada mereka, saya tidak sanggup bilang turut berduka cita sampai seminggu setelah peristiwa itu. Rasanya semuanya seperti mimpi. Saya tidak sanggup menatap mata mereka dan melihat kehancuran di sana. Mereka yang ditinggalkan pasangan. Mereka yang harus membesarkan buah hatinya yang kehilangan satu orang tua.
Ah, remuk hati ini.
Kadangkala, setelah saya bisa berbicara kembali dengan pasangan almarhum sahabat saya, ingin saya mengatakan "aku juga sedih dengan kepergiannya" atau "kau tahu, saat aku kehilangan omku beberapa tahun lalu karena kecelakaan..." tetapi begitu saya menyadari kalimat itu, saya batal mengucapkannya. Tidak adil rasanya menempatkan diri dalam pembandingan, seakan-akan kesedihan itu bisa dibagi atau diringankan dengan saya ikut merasa sedih. Tidak. Kesedihan saya tidak akan mengurangi dukanya, juga meskipun saya pernah mengalami hal yang mirip tidak menjadikan dukanya menjadi tidak berarti.
Ah, betapa dalam berduka pun saya sering menjadi egois dan lupa bahwa ini bukanlah tentang saya. Saya ada di sisinya untuk meringankan kesedihannya, bukan membawa kesedihan baru. Dam semoga saya mampu.
Comments
Post a Comment