Skip to main content

Selusin Tahun


Dua belas tahun. Selama itu saya sudah menulis di blog ini. Menulis tanpa tema, tanpa tujuan, tanpa manfaat bagi orang lain selain untuk menuangkan isi pikiran saya yang seringnya juga tidak penting. Menulis dari sejak zaman blog belum booming, lalu di zaman di mana blog menjadi diari virtual dan bertukar kabar dengan teman serta bertegur sapa di kolom komentar, hingga saat blog menjadi semacam majalah online dengan foto ala katalog, dan saat ini, di mana sebagian besar blog sudah mati suri.

Dan blog ini, tetap begini-begini saja.

Tidak pernah merasa ingin mencari uang lewat blog. Lha wong isi blognya juga nggak penting. Nggak mencari kepopuleran, bahkan juga nggak mencari sahabat pena. Saya menulis karena ingin menulis saj. Karena ada yang ingin dituangkan. Kalau sedang tidak ingin ya tidak menulis.

Selusin tahun, apa yang sudah saya tulis? Di blog ini, mungkin hampir tidak ada yang penting atau bermanfaat bagi pembacanya. Sebab saya menulis lebih sebagai refleksi diri. Tidak ingin berbagi pengalaman, itinerary perjalanan, atau tips lainnya. Bahkan pemikiran yang lebih serius pun saya tulis di platform yang lain. Isi blog ini, sampah hidup semata. Biar keluar dari hati dan pikiran. Sekaligus menjadi token kecil yang mungkin bisa ditengok kelak. 

Selusin tahun, apa lagi yang ingin ditulis? Semuanya, apa saja yang ada di kepala. Tidak ada target ataupun moodboard atau daftar ide tentang apa saja yang akan ditulis selanjutnya. Sebab begitulah adanya blog ini. Isi hati, raw se-raw-rawnya raw. And I love it that way.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...