Skip to main content

Autopilot




Kadangkala hidup sebagai ibu terasa berjalan dalam mode autopilot. Bangun pagi dengan alarm lagu pembuka Tiger and Pooh (saya menyalakan TV saat bangun tengah malam, setiap malam, menonton Disney Junior sampai ketiduran dan akan bangun jam lima pagi saat Tiger and Pooh tayang, setiap hari tanpa kecuali), berguling di kasur beberapa saat untuk kemudian setengah sadar menyalakan mesin cuci dan memilah baju-baju kotor sesuai warna. Sambil menunggu cucian selesai saya akan mencuci beras lalu memasak nasi, mengecek kulkas dan meja makan lalu menyiapkan sarapan dan bekal sekolah anak-anak berdasarkan apa yang tersisa di sana. Menyusun piring dan gelas cucian tadi malam ke tempatnya. Menjemur cucian saat mesin cuci berbunyi tut tut. Mandi pagi. Menyiapkan baju sekolah anak-anak. Lalu membangunkan semua orang untuk mandi dan siap-siap. Lima belas menit kemudian semua siap keluar dari rumah, ke tempat tujuan masing-masing...

... di mana saya masih berlanjut dengan mode autopilot. Mengerjakan satu dua sisa pekerjaan kemarin yang sengaja tidak saya selesaikan. Minum teh. Makan sarapan dengan tergesa sambil mengecek ponsel siapa tahu ada pengumuman di grup sekolah anak-anak. Mengerjakan sedikit ini dan sedikit itu... lalu ijin keluar saat tiba waktunya menjemput anak-anak. Mengantar mereka pulang ganti baju dan makan lalu mengantar lagi ke aneka les tujuan. Kembali ke kantor mengerjakan sisa pekerjaan sambil juga berusaha menyelesaikan berbagai pekerjaan orangtua yang tertunda: transfer uang sekolah, memesan bahan prakarya di online shop, bertukar pesan dengan guru tentang jadwal ulangan. Mampir ke swalayan atau pasar sebelum pulang, membeli bahan makan malam.

Dan autopilot akan berjalan lagi saat saya pulang ke rumah. Mengajak main si kecil, membantu anak-anak mengerjakan pe-er. Sambil memasak meneriaki anak-anak yang selalu saling berebut mainan. Lalu memastikan mereka mandi dan berganti piyama, makan malam lalu tidur. Mengecek tas sekolah mereka. Membereskan satu dua mainan yang tercecer. Menyapu dan mengepel lantai yang lengket karena eskrim tumpah. Mengecek kamar anak-anak memastikan suhu tidak terlalu dingin dan mematikan lampu. Lalu berbaring dan menonton Disney Junior sampai tertidur.

Begitu seterusnya.

Ada saat-saat di antara mode autopilot itu di mana merasa tersesat, merasa apakah saya melakukan hal yang benar, merasa bersalah karena sebagian besarnya saya hanya merasa letih, bukan bersyukur dan berbahagia atas keluarga yang saya miliki, anak-anak yang pintar, sehat, dan lucu. Merasa bersalah karena tidak seharusnya saya mengeluh lelah, bukankah seharusnya ini lelah yang nikmat? Tapi saya memang lelah, dan kadang ingin hari lekas berakhir, anak-anak lekas besar dan saya tidak harus bangun seperti zombie setiap hari.

Saya tahu saat hari itu tiba saya akan merindukan masa-masa letih ini lagi. Tetapi sulit untuk mengingat itu setiap hari saat saya dalam mode autopilot.

Comments

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...