Skip to main content

cuplikan cerita cinta hari ini

Bos, masa-masa pacaran pas kuliah itu enak banget ya? Tinggal dijalani aja nggak usah mikirin masa depan, beli rumah, nabung buat kawin, merencakanan punya anak berapa, apa pendapat orang lain dan apa lagi orang tua karena hidup itu ya cuma gini doang kok. Beli es krim sama makan bakso berdua juga udah seneng, dinyanyiin lagu Piknik 72 pakai gitar rasanya udah dunia milik berdua. Nonton javarockingland itu surga. Sekarang saat untuk pertama kalinya kata bipolar disorder ada dalam sejarah cinta gue, dan saat ongkos psikiater dan cicilan KPR untuk pertama kalinya berkorelasi dengan hidup gue, gue baru sadar betapa lo dan gue yang waktu itu sangat, sangat bahagia. Dan kalau orang bilang memang inilah dunia nyata, apakah yang lo dan gue jalani dulu itu nggak nyata? Apakah perasaan kita yang dulu itu cuma euforia, banjir endorfin yang akhirnya akan surut juga? Gue nggak tau ya apakah gue yang sekarang masih gue yang dulu bikin lo jatuh cinta, atau apakah gue masih bakal inget dengan lo yang dulu sempurna bagi gue, saat kita sudah mempertengkarkan hal-hal yang bahkan nggak sedikit pun pernah terlintas di otak gue bakal terjadi dalam hidup gue bersama lo. 

Tapi yang gue tahu, gue tetap mencintai lo sama besar seperti dulu. Mungkin lebih. Dan gue berdoa semoga saat gue merasa tersesat dan nggak kenal lagi dengan hidup yang gue jalani, gue akan selalu ingat pada seorang cowok ganteng bermata belo menyanyikan Kasih Jangan Kau Pergi dengan gitar yang membuat gue jatuh cinta, yang sekarang bersama gue menjalani kisah yang aneh ini.

And then everything will be just fine.

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...

Cyin, Pertanyaan Lo Gengges Deh!

Kemarin, entah untuk ke berapa ratus kalinya saya mendapat pernyataan (sekali lagi pernyataan bukan pertanyaan) yang sama: "Kamu kok nggak nikah-nikah sih." Saya sih sudah kehilangan selera menjawab. Soalnya, apa pun jawaban saya pasti salah deh. Mereka yang ngajak ngomong itu emang nggak niat pengen diskusi, apalagi perhatian. Niat mereka cuma mencerca dan menyudutkan, itu saja. Jadi mau saya jawab apa pun, selalu di-counter lagi sama dia. Saya sampai hafal kalau saya jawab A, mereka bakal balas B. Misalnya saya jawab, pengen kuliah lagi, pasti mereka balas, apa sih artinya pendidikan tinggi kalau nggak punya keluarga, apa yang mau diharapkan nanti di masa tua, pasti hidupnya hampa. Lalu kalau saya jawab lagi, prioritas hidup orang kan beda-beda, siapa tahu bagi mereka yang karir dan pendidikan tinggi tapi nggak membangun keluarga itu emang nggak pengen berkeluarga, kan? Siapa tahu mereka bahagia hidup sendiri. Tapi kalau saya jawab begini, pasti jadi panjang, dan s...