Mohon tinggal sejenak, lupakanlah waktu.
Temani air mataku, teteskan lara. Merajut asa.
Menjalin mimpi, endapkan sepi-sepi
(Cinta Kan Membawamu Kembali, Dewa 19)
Mungkin ini pengaruh hujan, atau mungkin hormon kehamilan, tapi pagi ini ketika mendengarkan Cinta Kan Membawamu Kembali dalam perjalanan ke kantor, mendadak hati saya ikut berhujan. Lalu saya melamun sepanjang perjalanan yang sedikit kurang lancar karena banjir dan kendaraan roda dua yang menguasai jalanan dengan semena-mena.
Lagu lama Dewa 19 ini menghadirkan kembali sebuah masa. Masa yang berat, masa yang berulang beberapa kali, dan mungkin suatu saat akan hadir kembali dengan sama berat, atau mungkin lebih.
Dulu, tak terhitung jumlah kali saya berpikir untuk mengakhiri hubungan dengan Mr Defender. Selama empat tahun kami pacaran sebelum menikah, sering saya merasa bahwa saya tidak akan sanggup melanjutkan hubungan kami ke taraf yang lebih. Bukan karena saya tidak atau kurang cinta, tapi ada masa-masa di mana saya merasa tidak akan sanggup memikul tanggung jawab untuk merawat ibunya yang mengalami gangguan kejiwaan. Bisa dan maukah saya, melepaskan kebebasan, ke-individu-an saya? Bisakah saya merelakan begitu banyak waktu, sumber daya, dan emosi, untuk merawat seseorang yang tidak saya kenal, dalam kontrak seumur hidup?
Mungkin, saat itu level stress saya dua kali lipat perempuan lain yang mempertimbangkan untuk menikah. Dan iman saya kepada kekuatan diri sendiri pun naik turun. Ada saatnya saya merasa kuat, terutama apabila ibunya sedang dalam fase normal, atau fase depresi yang tidak terlalu membuat saya lelah. Lalu, ketika beliau tiba di fase manik dan mulai menjadi orang gila yang sesungguhnya, lalu kami harus membawanya ke rumah sakit jiwa karena perilakunya mulai membahayakan orang lain, iman saya pun surut. Lalu saya akan menangis. Lalu dalam kesedihan itu kadang setitik rasa putus asa muncul dan membuat saya ingin pergi, mengakhiri semuanya.
Sungguh, saya ingin menjadi orang yang kuat untuk Mr Defender. Namun seringkali saya menatap bayangan di cermin itu begitu rapuh, siap hancur kapan saja. Dan setiap kali saya membicarakan ini dengan Mr Defender, kami berdua akan menangis, hancur bersama.
Mungkin, kami masing-masing adalah alasan untuk menjadi kuat bagi satu sama lain
Dengarkan batin jiwamu, dendangkan cinta.
Seperti dulu, saat bersama.
Tak ada keraguan.
Ketika kami memutuskan untuk menikah pun, begitu banyak dinding yang harus dirobohkan. Keraguan keluarga Mr Defender bahwa saya akan sanggup mengorbankan banyak hal dalam hidup saya untuk merawat ibunya. Kekhawatiran, semacam ketidakrelaan orang tua dan keluarga saya. Berbagai pertanyaan. Berbagai keraguan yang melemahkan. Dari diri kami sendiri dan orang lain. Semuanya kadang membuat saya berpikir untuk mundur, namun saya selalu tertahan. Saya mencintainya. Mungkin terlalu mencintai sampai dada ini rasanya sesak karena tidak muat menampungnya.
Lalu, ketika akhirnya kami benar-benar menikah pun, segalanya tidak lantas menjadi mudah. Bahkan mungkin tantangan yang sebenarnya baru dimulai. Apa yang selama ini hanya saya lihat dari jauh dan saya sentuh sesekali saja, sekarang menjadi kenyataan saya setiap hari. Saya harus menerima bahwa saya harus merelakan bayak kesempatan dalam hidup: karir yang lebih baik namun dengan jam kerja yang tidak memungkinkan saya untuk merawat ibunya, kesempatan bersekolah di luar negeri (kepada siapa kami harus menitipkan ibu selama dua tahun), bahkan sekedar waktu bersenang-senang yang lebih banyak. Saya tidak pernah bisa liburan karena hingga saat ini belum berhasil mendapatkan asisten rumah yang bisa bertahan menghadapi ibu di fase maniknya. Saya tidak akan tenang keluar rumah di malam hari terlalu lama sebab saya khawatir kesalahan itu terulang: kami terlambat pulang dan ketika kami sampai di rumah ibu menghilang dan kami harus berkeliling kota mencarinya semalaman. Saya harus sering-sering meminta maaf kepada tetangga yang terganggu oleh suara berisiknya melempar barang dan menyalakan televisi dengan volume maksimal, harus setiap hari menanyakan apakah ibu membuat keributan, apakah ada yang terluka, apakah ada kerusakan atau biaya berobat yang harus kami ganti. Saya pikir waktu akan membuat saya lambat laun menerima, namun nyatanya yang saya bisa hanyalah membiasakan diri, menguatkan diri untuk terus berjalan. Sebab saya sudah sejauh ini.
Sebab cinta sudah membawa saya sejauh ini. Dan cinta selalu membawa saya kembali kepada Mr Defender, seberat apa pun jalan yang harus saya lalui, sejauh ini.
Suatu hari nanti, mungkin saya akan bisa.
Cinta kan membawamu, kembali di sini.
Menuai rindu, membasuh perih.
Bawa serta dirimu. Dirimu yang dulu mencintaiku.
Apa adanya.
Comments
Post a Comment