Kalau diperhatikan, banyak sekali keribetan hidup menjadi perempuan. Uniknya, apabila diperhatikan lebih teliti, sebagian besar keribetan itu datang dari sesama perempuan sendiri. Sebagai contoh, masalah dandan vs tampil au naturel, sepatu hak tinggi atau sneakers, kuliah tinggi atau menikah, melajang atau menjadi ibu, dan seterusnya. Seringnya yang mempermasalahkan hal-hal di atas, ya perempuan sendiri. Yang tidak dandan merasa lebih cantik alami lalu mencibir yang bermake up. Yang langsung kuliah S2 begitu lulus S1 merasa lebih maju lalu mencemooh mereka yang bersegera menikah, begitu pun yang menikah merasa diri lebih cepat laku lalu memandang yang lajang sebelah mata. Dan seterusnya. Perempuan selalu suka bersaing.
Sejak menjadi ibu, saya jadi tahu bahwa ada satu persaingan yang membuat segala persaingan yang saya sebutkan sebelumnya jadi terasa tidak begitu sengit: persaingan menjadi ibu terbaik. Daftarnya sangat panjang: melahirkan normal vs cesar, ASI vs susu formula, cloth diaper vs popok sekali pakai, terus bekerja vs menjadi ibu rumah tangga, dan seterusnya dan seterusnya. Mungkin nanti saat anak-anak sudah sekolah akan berlanjut menjadi homeschooling vs sekolah biasa, atau sekolah nasional vs internasional, bahasa pengantar Inggris atau Arab.
Mengapa?
Mengapa sepertinya sulit sekali bagi kita perempuan untuk berdamai dengan sesama perempuan lain? Mengapa pilihan perempuan lain tentang bagaimana mereka membesarkan anak menjadi penting dan sedemikian mengganggunya jika berbeda dengan pilihan kita? Bukankah semua ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya? Mengapa kita harus menghakimi keputusan-keputusan yang diambil ibu lain untuk anak mereka?
Comments
Post a Comment