Skip to main content

Merdeka!

Tujuhbelasan ini anak-anak saya yang sudah mengerti sedikit bahwa tiap tujuhbelasan ada berbagai perayaan, ikut meramaikan hari ulangtahun kemerdekaan dengan segenap keriaan. Mulai dari ikutan berbagai rangkaian acara di sekolah dampai berpartisipasi di acara tujuhbelasan di RT kami yang setiap tahunnya meriah. Kalau tahun-tahun sebelumnya anak-anak saya cuma bisa menonton, di tahun ini mereka sudah ikut berbagai macam lomba. Lomba lari kelereng, memasukkan jarum ke dalam botol, makan kerupuk, balap karung dan aneka lomba khas hari kemerdekaan lainnya, semuanya mereka ikuti.

Nggak tanggung-tanggung, pulang dari gelanggang tujuhbelasan, anak-anak saya membawa hadiah banyak sekali. Sampai di rumah mereka masih dengan keringat berleleran seperti habis membajak sawah, bercerita dengan bangganya betapa mereka menang ini itu. Di sana juga mereka makan, karena memang disediakan makanan prasmanan seperti sedang hajatan, lengkap dengan aneka jajanan ringan dan minuman sirup aneka rasa.

Melihat keceriaan mereka, saya jadi bernostalgia peringatan kemerdekaan di masa saya kecil dulu yang kurang lebih sama. Beraneka macam lomba yang dibagi per tingkatan usia, dan biasanya tidak selesai cukup sehari saja melainkan ada babak penyisihan sampai final. Seru sekali. Semua orang rasanya ikut nonton di balai desa, setiap sore sudah akan ramai. Di puncak acara akan ada penyerahan hadiah dan panggung gembira dengan aneka hiburan tari, gerak dan lagu sampai karaoke. Kadang malahan ada ketoprak atau wayang kulit segala.


gambar dari sini

Menjelang tujuhbelasan biasanya selain ada aneka lomba, suasana kampung juga meriah. Setiap rumah wajib memasang bendera. Kampung dihias dengan umbul-umbul aneka warna dan pita merah putih di mana-mana. Di kantor-kantor pemerintahan dipasang lampu kelap kelip seperti yang biasa dipakai untuk menghias pohon natal. Terasa sekali suasana merayakan peringatan kemerdekaan, suasana bersukacita.

Lalu ketika saya tumbuh remaja sampai kuliah, suasana menjadi tak se-meriah itu. Bahkan bendera saja tak selalu terpasang di semua rumah. Saya sampai bertanya-tanya, kenapa?

Katanya sih jaman orde baru dulu memang selalu ada instruksi presiden agar acara peringatan ulangtahun kemerdekaan dirayakan dengan meriah. Lalu kenapa setelah-setelahnya tidak ada? Apakah acara tujuhbelasan dianggap kurang penting sehingga tidak perlu dirayakan dengan meriah? Atau mungkin dianggap pemborosan yang nggak ada esensinya?

Padahal ya, acara tujuhbelasan itu semacam pesta rakyat yang seru, di mana semua orang di satu kampung, besar kecil, tua muda, apapun keadaan ekonominya berkumpul bersama merayakan kebersamaan saat ulangtahun kemerdekaan. Apalagi kalau semua keluarga wajib ikut, RT nya aktif mengajak warga, kan seru juga. Uang untuk acara toh juga dikumpulkan swadaya warga, semampunya dan seikhlasnya.

Saya senang sekali dua tahun terakhir ini bisa menyaksikan lagi acara tujuhbelasan yang meriah. Entah karena presiden yang sekarang memang juga mengisntruksikan demikian, atau karena saya memang beruntung tinggal di tempat di mana penduduknya masih senang merayakan acara ulangtahun kemerdekaan. Yang jelas saya bangga anak-anak saya bisa merasakan aneka lomba khas tujuhbelasan di kampung, yang semoga masih akan mereka rasakan terus di tujuhbelasan yang akan datang.

Akhirnya, selamat tujuhbelasan, selamat ulangtahun kemerdekaan. Dirgahayu! Merdeka!

Comments

Popular posts from this blog

sepatu

Pengakuan. Saya (pernah) punya lebih dari 50 pasang alas kaki. Terdiri atas sepatu olahraga, sneakers, high heels, wedges, flat shoes, sandal-sandal cantik, flip flop, sendal gunung, hampir semua model sepatu dan sandal (waktu itu) saya punya. Ada yang dibeli dengan tabungan beberapa bulan, khususnya yang sepatu kantor dan olahraga, tapi sebagian besar berasal dari rak diskon (untungnya ukuran saya 35 up to 36 sehingga sewaktu sale di mana-mana penuh ukuran itu dengan harga super miring, bahkan sering saya dapat sepatu Yongki dengan hanya 20 ribu rupiah saja) atau hasil jalan-jalan di Melawai. Sewaktu saya pindahan dari Jakarta ke Samarinda, Mr Defender sangat syok dengan paket yang berisi baju, sepatu, tas, dan asesoris saya yang jumlahnya mencapai 20 kardus Aqua besar (jangankan dia, saya pun syok). Lalu ketika akhirnya lemari di kos baru saya nggak muat menampung itu semua dan akhirnya sebagian besar dari 20 kardus itu terpaksa tetap dikardusin, setiap saya naksir baju, sepatu,...

Tanpa Alasan Khusus

Sebagai penjelasan yang (mungkin) ditunggu oleh teman-teman yang kemarin sempat tahu bahwa kami, saya dan Mr Defender, sedang mempersiapkan pernikahan (dan menanti undangan yang tak kunjung datang) maka saya merasa perlu memberitahukan bahwa kami sepakat untuk menunda menikah dalam waktu yang belum ditentukan. Kalau di antara teman-teman ada yang bertanya mengapa, atau lebih tepatnya ada apa, maka kami akan menjawab, tidak ada apa-apa. Pernikahan, memang kami tunda, tapi bukan karena alasan finansial (walaupun ya, saya dan dia memang kebetulan sama-sama sedang dalam kondisi finansial kurang bagus), bukan karena ada masalah dengan keluarga (bukan berarti masalah itu tidak ada, tapi bukan itu penyebab tertundanya pernikahan kami), juga bukan karena kami mendadak tidak yakin pada satu sama lain. Kami menunda karena belum siap (klise bukan). Atau tepatnya belum ingin. Tentu saja kami masih saling mencintai dan ingin menikah, suatu hari nanti. Tapi sekarang, kami merasa cukup nyaman ...

Sekolah Baru

Selamat tahun ajaran baru! Tahun ini Mbak Rocker masuk Sekolah Dasar di sekolah swasta yang sudah kami pertimbangkan bersama masak-masak selama beberapa waktu lamanya. Tambahan yang tak terduga, si Racun Api mendadak mogok sekolah di sekolah lamanya sehingga kami memutuskan untuk memindahkannya ke Taman Kanak-Kanak yang satu yayasan dengan sekolah kakaknya sekarang. Tentu saja walaupun mendadak dan tanpa rencana, proses pindah sekolah ini berlangsung dengan huru-hara dan drama singkat yang puji syukur bisa teratasi tanpa perlu ikut drama di media sosial. Yang penting, tahun ajaran baru datang dan anak-anak sudah bersekolah di sekolah baru. Amin! Allahu akbar! Bersekolah di sekolah baru ini, sungguh membuka mata saya tentang banyak hal. Terutama, tentang bagaimana rasanya menjadi minoritas. Saya lupa apakah sudah pernah bercerita, tetapi sekolah anak-anak yang sekarang menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin sebagai pengantarnya. Tentu saja kami sudah tahu sebelumnya, dan bahkan ...